Shaka adalah laki-laki yang aktif di desanya. Ia selalu gelisah dalam menghadapi tantangan di Desa. Shaka mempunyai keinginan untuk membangun perpustakaan. Pada era sekarang, buku cetak sering terlupakan karena adanya gadget. Sesungguhnya buku cetak lebih memiliki bentuk fisik dan tidak merusak kesehatan mata. Dengan membaca buku, anak-anak bisa berkreasi secara kreatif dan berimajinasi yang tinggi. Perpustakaan Desa bisa meningkatkan peran pada generasi muda dengan kegemaran membaca buku. Kehadiran Perpustakaan Desa bisa meningkatkan budaya literasi di masyarakat.
Pada malam hari Shaka dan Kai berkumpul di Pos Ronda. Mereka awalnya membicarakan hal yang biasa namun mereka jadi memikirkan cara meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kai menjadi gelisah tentang berkembangnya teknologi, ekonomi, juga pendidikan. Shaka pun mendapat ide untuk mengubah ketiga nya itu melalui buku. Mereka berdua pun mempunyai keinginan untuk membangun Perpustakaan Desa. Mereka pun ingin menemui Kepala Desa untuk menyampaikan ide mereka pada esok hari.
Keesokan harinya, dua anak tersebut pergi menemui Kepala Desa. Setelah bertemu dengan Pak Kades, Shaka menyampaikan ide mereka atau impian mereka.
“Selamat Pagi Pak Kades, kehadiran kita berdua ini untuk mengusulkan tentang Perpustakaan Desa. Perpustakaan Desa untuk sebagai lembaga penyedia layanan bahan pustaka dan informasi kepada masyarakat.” Ujar Shaka sambil meyakinkan Pak Kades.
Pak Kades pun menjawab, “Saya setuju saja, namun supaya semuanya bisa terlibat dalam pembangunan Perpustakaan Desa, Kita mesti berdiskusi dengan semua warga minggu depan.”
Shaka dan Kai setuju karena semakin banyak warga yang terlibat, semakin cepat juga perubahan di Desa. Shaka dan Kai ahkirnya berpamitan pulang kepada Pak Kades.
Seminggu kemudian, semua warga berkumpul di Balai Desa. Rembug warga kali ini untuk menyampaikan dan mengusulkan apresiasi untuk pembangunan Desa. Semua warga memiliki hak untuk berbicara. Agenda ini dipimpin oleh Pak Kades guna untuk memantapkan progam-progam di Desa. Ditengah-tengah saat para warga sedang berembug, Pak Kades memberikan waktu untuk Shaka menyampaikan Usulannya. Kesempatan ini dipakai Shaka untuk meyakinkan para warga.
“Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, produktivitas, dan pengetahuan. Warga memerlukan membaca buku. Oleh karena itu, Perpustakaan Desa diperlukan,” kata Shaka.
Warga pun mulai memberikan pendapat mereka serta dukungan penuh. Keinginan Shaka membangun perpustakaan pun diniatkan. Namun Pak Kades hanya bisa memberikan lokasi kecil yang tidak terpakai di Balai Desa untuk dijadikan Perpustakaan.
Ruangan yang kecil dan kotor itu mulai dibersihkan oleh para warga. Temboknya di cat dan Lemari yang rusak dijadikan rak untuk buku. Karena koleksi buku masih sedikit, dan lokasinya tidak strategis membuat sudut perpustakaan itu jarang digunakan. Seiring berjalannya waktu, perpustakaan itu mulai bergeser dan berbagi ruangan untuk gudang.
Karena dilihat perpustakaan itu kurang nyaman, Pak Kades mengusulkan untuk membuat pos dari bambu. Pos itu dibuat oleh para warga dengan senang hati, gembira, juga ceria. Karena semangat gotong royong itu menjadikan Pos tersebut lancar tanpa ada hambatan.
Banyak anak-anak menjadikan pos itu untuk tempat belajar dan bermain. Semakin hari semakin banyak yang berkunjung ke perpustakaan itu. Anak-anak dan remaja menjadi pengunjung setia di perpustakaan. Banyaknya pengunjung yang datang membuat perpustakaan desa itu terlihat sempit.
Setelah 4 tahun, pos itu mulai tidak bertahan lama karena pondasi pondasi nya termakan oleh rayap. Sementara itu, dana desa belum memiliki biaya untuk renovasi. Shaka dan teman-teman nya selalu semangat untuk memperbaiki perpustakaan itu dengan barang seadanya. Hal itu menarik perhatian para media
Berita tersebut sampai ke perpusnas. Perpusnas menyuruh salah satu orang untuk terjun ke lapangan dan mendatangi perpustakaan itu. Perjalanan yang panjang itu, membuat Perpustakaan Desa ahkirnya dibangun dengan kokoh melalui progam CSR ( Corporate Social Responcibility ).
Perpustakaan itu mulai menjadi tempat untuk anak-anak mengaji, mengerjakan tugas dengan teman, belajar dengan para mahasiswa , gelar karya kerajinan, lomba menulis yang diadakan sekali dalam setahun, membaca puisi, dan masih banyak lagi.
Perkembangan teknologi punya pengaruh yang besar. Gadget menjadi salah satu kebutuhan untuk berkomunikasi. Pengunjung desa mengusulkan untuk perpustakaan itu memiliki akun di sosial media. Saran tersebut langsung di diskusikan para pengelola. Para pengelola tersebut ahkirnya setuju.
Banyak pengunjung yang datang akibat dari kabar lewat sosial media. Beberapa di antaranya adalah dari perusahaan tertentu yang ingin mengisi acara.
Setiap ahkir pekan, Perpustakaan Desa selalu ramai. Perpustakaannya kini memiliki lebih dari 4000 buku. Kemudian Perpustakaan mulai menawarkan untuk anak-anak yang ini belajar menulis, membaca bahasa asing, belajar hidroponik, dan dongeng. Perpustakaan juga digunakan untuk pusat informasi bagi mereka yang membutuhkan. Di Perpustakaan juga bisa untuk anak-anak menampilkan karya mereka.
Tak hanya untuk menyimpan buku, kini ada latihan seperti memasak, menjahit, merajut, dan banyak lagi. Melalui Perrpustakaan inilah kesejahteraan masyarakat terbangun. Agar Perpustakaan Desa bisa sampai ke pelosok, munculah progam Perpustakaan Bergerak. Shaka menghadirkan buku-buku yang dibawanya dengan menggunakan sepeda. Banyak anak-anak yang senang karena ada progam Perpustakaan Keliling. Ahkirnya, penghargaan tertinggi dari perpustakaan nasional jatuh kepada Perpustakaan Desa Melati.
Semangat untuk menggapai impian akan selalu membuahkan hasil. Mimpi adalah nyawa. Mimpi harus dikejar dan diusahakan. Jangan pernah putus asa untuk menggapai impian.