Pada suatu ketika, ban motor saya kempes sepulang dari mengikuti pengajian rutin tiap pekan di rumah teman. Saat itu, waktu menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Malam terasa begitu dingin karena saat itu sedang musim hujan. Akan tetapi, saat itu hujan tidak turun. Sambil menuntun sepeda motor, saya berjalan menelusuri jalan untuk mencari tukang tambal ban.
“Ada apa, Mas?” tanya seorang pemuda yang duduk-duduk di depan rumah.
“Ban motor saya bocor. Di mana, ya tukang tambal ban yang masih buka?” tanya saya.
“Wah, sudah pada tutup semua, Mas! Adanya di dekat jalan raya, tapi cukup jauh!” jawabnya.
“Makasih, Mas!” ucapku penuh semangat dengan rasa senang tak terkira.
Alhamdulillah, saat itu saya ditemani ustaz saya, Pak Nur Yulianto. Jazakallah, Pak Ustaz. Beliau tidak tega meninggalkan saya sendiri, berjalan menelusuri malam untuk mencari tukang tambal ban.
Setengah jam berjalan, akhirnya saya menemukan tukang tambal ban. Tapi, rupanya ujian masih belum usai. Tukang tambal ban ternyata sudah tidur dan tidak bisa dibangunkan. Tukang ban tetap tidak bangun walaupun sudah saya goyang-goyang tubuhnya. Saya mencoba memahaminya, mungkin tukang ban sudah terlalu capek sehingga digoyang-goyangkan juga tetap tidak bangun.
Perjalanan pun kami lanjutkan. Akhirnya, kami menemukan tukang tambal ban yang sedang menambal ban sebuah motor setelah kami berjalan berkilo-kilo jauhnya.
“Alhamdulillah ” ucapku dengan rasa senang luar biasa, sambil menuntun motor tuaku dengan semangat walaupun tenaga sudah mulai loyo.
Sambil menunggu tukang tambal ban menyelesaikan pekerjaannya, saya merenung, betapa mulianya pekerjaan Bapak tukang tambal ban ini. Saya pun baru menyadari betapa pentingnya keberadaan mereka. Coba bayangkan apabila mereka tidak ada.