Tahun 1995, tahun yang berat bagi Indonesia. Masa-masa berat memperebutkan kejuaraan yang membawa nama baik bagi setiap negara. Dodit, pemuda berusia 20 tahun yang diam-diam mengembangkan potensinya dalam bermain bulu tangkis. Dodit memakai lapangan bulu tangkis milik ayahnya sebagai tempat untuk berlatih setiap hari. Pulang sekolah ia berlatih, berlatih dan berlatih. Pulang dengan kondisi lebam di tangan dan kakinya bukan suatu halangan bagi Dodit. Kalau teman-temannya pada hari libur bermain, Dodit hanya berlatih, berlatih, dan berlatih. Sampai akhirnya Dodit diikutkan dalam turnamen se-Indonesia dimana banyak keluarga besar, bahkan banyak orang mendukung Dodit pulang membawa piala emas.
Ia berhasil melewati banyak musuh yang jago dengan teknik bermain lobnya yang mantap. Sampai tiba di final, tinggal memenangkan 1 pertandingan lagi maka Dodit akan membawa piala emas turnamen se-Indonesia ini. Semua penonton bersorak meneriaki dan menyemangati Dodit. Skor sengit 18 poin dari Dodit, dan 20 poin dari musuh. Dodit panik dan tidak fokus saat bermain, sampai semua sorakan berubah menjadi hening. Kesempatan Dodit membawa juara pertama musnah. Banyak orang kecewa besar terhadap Dodit. Dodit menerima semua kekecewaan dengan lapang dada. 2 tahun Dodit berhenti bermain bulu tangkis karena traumanya kalah dalam pertandingan se-Indonesia.
Ketika Dodit hanya duduk terdiam di lapangan memandangi orang-orang bermain bulu tangkis, dia melihat ada 1 orang kesusahan dalam bermain. Dodit pun berininsiatif membantu mengajarinya, dan tanpa sadar rasa semangat yang menggebu-gebu kembali muncul pada saat ia kembali bermain. Akhirnya Dodit kembali menguatkan tekadnya dan memiliki tujuan yang lebih tinggi, yakni memenangkan olimpiade di Barcelona dan membawa pulang medali emas. Jika menang, maka kemenangan ini akan menjadi raihan pertama bagi Indonesia di Olimpiade. Pagi, siang, malam Dodit berlatih fokus dan tetap tenang. Banyak yang tidak mendukung Dodit karena kekalahannya 2 tahun lalu, tapi Dodit tetap terus berlatih. Menerapkan banyak strategi dan menguatkan teknik kekuasaannya yaitu lob.
Tiba saat Olimpiade, Dodit berhasil sampai di babak terakhir dengan lawannya dari Korea Selatan. Pada babak pertama, Dodit berhasil dikalahkan dengan poin 12-21. Tapi pada babak kedua, Dodit berhasil bangkit dan menghajar dengan poin 21-12. Sampai di babak terakhir, Dodit berhasil mengalahkan dengan skor 11-3. Suara stadion penuh dengan teriakan sukacita dan bangga. Dodit mengalungi medali emas di dadanya dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Dodit sadar bahwa tidak semua kesuksesan selalu datang seperti yang kita inginkan. Jika gagal, maka sesuatu yang lebih besar akan menantimu.