Pantang Menyerah
Sekolah merupakan tempat kita untuk menuntut ilmu, bahkan orang – orang dapat mengatakan jika sekolah sebagai ‘rumah kedua’ bagi kita. Aku Talita, seorang anak yang sangat suka bersekolah. Aku memiliki teman yang dapat diandalkan, mereka membantuku dan mendorongku untuk menggapai cita – citaku. Mereka dapatku percaya sebagai tempat bertukar cerita dan saran bagiku.
Aku memiliki teman dekat yaitu Erico, kami sangat akrab disekolah. Dia orang yang selalu membantuku ketika aku mengalami kesulitan. Namun kesulitan kali ini dia tidak dapat membantuku, apakah itu artinya dia bukan orang yang dapat kuandalkan?. Aku tidak masalah dia tidak dapat membantuku, karena kesulitan ekonomi keluarga yang membuat aku harus keluar dari sekolah. Disini aku tidak menyalahkan Erico, walaupun dia sangat merasa bersalah tidak dapat membantuku.
Aku hanya bersekolah hingga kelas 2 SMP, rasanya sulit bagiku untuk beradaptasi dengan kenyataan semua ini. Tetapi aku tidak ingin menyerah, walaupun aku putus sekolah aku harus bisa meraih cita citaku. Aku berbakat dalam bidang seni, tetapi aku juga unggul dalam bidang akademik, aku harus bisa memutar pemikiranku agar mendapat penghasilan dan dapat membantu keluargaku. Setelah putus sekolah Erico selalu dating ke rumahku untuk memberiku catatan dan Latihan soal agar aku tidak ketinggalan. Terkadang dia meminjamkan kepadaku buku bertema apa saja, aku sangat tertarik dengan salah satu buku yang ia miliki. Karena ketertarikanku pada buku tersebut, ia meminjamkannya padaku. Aku dapat mengetahui betapa bahagianya dapat bersekolah di luar negeri hingga meraih Impian. Dari buku tersebut tekad ku untuk belajar semakin menggebu – gebu. Lalu bagaimana dengan bakat yang ku miliki? Aku memutuskan untuk mengamen di dekat lampu merah dengan cara bermain gitar dan bernyanyi. Terkadang aku mengamen di pinggiran jalan, orang orang memuji bakatku. Dari sini aku mengumpulkan uang untuk melanjutkan sekolah dan membantu keluarga.
Ayahku mendengar keputusanku untuk melanjutkan bersekolah. Beliau tidak terima akan hal ini, karena menurutnya mustahil jika aku dapat meneruskan sekolah Kembali, beliau juga meremehkan cara saya mencari penghasilan. Aku bercerita tentang hal ini kepada Erico, ia mendukungku seperti ibu yang mendukungku bukan seperti Ayah. Tekadku ini sempat membuatku ragu karena ketidak setujuan Ayah terhadap rencanaku. Ibu membantuku untuk meyakinkan Ayah bahwa keputusan yang saya ambil ini tidak akan merugikan saya. Sulit bagiku untuk meyakinkan Ayah yang begitu keras kepala, namun karena kesulitan ini aku menjadi semangat untuk membuktikan kepada Ayah bahwa aku bisa.
Setelah aku berhasil membuktikan pada Ayah. Akhirnya Ayah menyetujui keinginanku. Ibu mulai khawatir tentangku, namun aku meyakinkan bahwa aku bisa. Dukungan dari mereka berdua yang mampu melangkah lebih jauh lagi.