Laut di Kala Senja
Kala. Adalah salah seorang lulusan muda yang masih belum memiliki pekerjaan. Ini sudah memasuki bulan ketiganya setelah lulus.
Kala adalah lulusan bisnis manajemen dari salah satu kampus ternama, yang kampusnya dikenal sebagai kampus penghasil orang-orang hebat. Sayangnya, Kala sudah menemui buntu bahkan di awal tahun ia lulus.
Orang tua Kala sudah sejak lama mencerca Kala untuk segera mencari pekerjaan.
“Pa, ma, Kala juga mau segera memiliki pekerjaan. Tapi sudah banyak lamaran pekerjaan yang Kala kirim, tidak ada satupun panggilan yang Kala terima,” ucap Kala pada orangtuanya.
“Kamu ikut workshop saja sana, teman mama baru saja mengirimkan undangannya. Siapa tau kamu mendapat ilmu baru di sana,” ucap mama Kala menyemangati.
“Boleh ma? Di mana tempatnya? Besok Kala berangkat deh,” jawab Kala.
Keesokan harinya, Kala sudah bersiap untuk pergi ke tempat workshop itu dilaksanakan.
Workshop yang ditawarkan mamanya ternyata adalah workshop pelatihan pengolahan biji kopi. Kala yang mengetahui hal itu tepat di depan ruangan workshop tersebut akan dilaksanakan hanya bisa tersenyum pasrah dan lanjut masuk ke dalam ruangan.
Ia sudah sampai di tempatnya, mana mungkin ia mundur begitu saja.
Ketika masuk, Ia disuguhi berbagai macam jenis kopi, jenis penggiling kopi, juga berbagai macam jenis olahan kopi.
Sekali lagi, ia sudah ingin mundur kembali usai mengetahui banyak orang disekitarnya yang sudah masuk di tahap expert. Ia yang masih pemula hanya bisa berdiam diri di pojokan sambil melihat kesana-kemari tak tau apapun.
Sekitar 10 menit Ia berdiri, seseorang menepuk bahunya dan mengajaknya untuk berkeliling dan mencoba berbagai macam penggiling kopi yang ukurannya sangat bervariasi.
Karena seseorang yang menepuknya tadi, ia menjadi cukup enjoy dalam mengikuti seluruh rangkaian workshop yang ia ikuti.
“Kenapa ikut workshop? Memang hobi, atau Cuma coba-coba?” Tanya orang itu.
“Cuma disuruh ikut aja sih, mungkin nanti bakal buka usaha. Kayaknya, menarik sih buka coffee shop,” jawab Kala.
“O iya, kita belum kenalan, ya. Saya Senja, sudah 4 tahun saya terjun di dunia perkopian ini. Kamu mau buat usaha kan ya? Gimana kalau kita buka usaha bareng?” Tawar Senja.
“Mungkin nanti ya, saya juga belum yakin soal rencana saya. Lagipula ini juga bisa jadi cuma angan-angan sementara,” jawab Kala sambil tersenyum.
Kala melanjutkan langkahnya untuk keluar dari gedung setelah acara yang ia ikuti selesai. Ia berencana untuk mencari lamaran pekerjaan di sebuah cafe untuk mencari pengalaman.
Bohong. Sebenarnya, impian Kala untuk membangun sebuah kafe sudah ada sejak lama. Teman-temannya yang hobi nongkrong di kafe membuatnya berkeinginan untuk mendirikan sebuah tempat yang dapat menjadi salah satu tempat berkumpul anak muda untuk mengerjakan tugas, atau hanya sekedar berbincang dengan kawannya.
Maka dari itu, Kala sudah membuat niat untuk membuat impiannya terwujud.
Ia kembali ke rumah dan langsung kembali membuat lamaran pekerjaan baru yang cocok dengan impiannya. Ia juga mencari beberapa kafe yang membuka lowongan pekerjaan.
Sebenarnya, cukup sulit untuk mencari hal itu. Karena bekerja di kafe memanglah menjadi incaran pekerjaan bagi beberapa orang yang baru saja hendak mencari pekerjaan.
Membutuhkan waktu yang lama untuk bisa mendapatkan kafe yang membuka lowongan pekerjaan.
Namun akhirnya, Ia bisa mendapatkannya. Maka dari itu, Kala segera pergi keluar lagi untuk menyerahkan surat lamarannya secara langsung.
Namun siapa sangka, tanpa ia menyerahkan surat lamarannya, pemiliki kafe langsung menerimanya dan memintanya datang besok pada pukul 09.00 pagi.
Maka dengan langkah gembira, Kala kembali keesokan harinya. Ia langsung mendapatkan seseorang yang akan menjadi mentornya selama seminggu.
Seminggu ia berlatih, kemampuannya berkembang dengan cepat. Kala yang awalnya sulit untuk menyeduh kopi, sekarang telah bisa untuk membuat kopi dengan benar.
Kala juga sudah mampu untuk mengingat beberapa menu yang memiliki resep yang ribet.
Sekitar 3 tahun Kala bekerja, kemampuan Kala telah berkembang pesat. Ia sering diam-diam membuat beberapa menu yang baru dan memang menu itu diakui enak oleh beberapa rekan kerjanya. Maka dari itu, Kala berani mengajukan resign pada tahun ketiganya bekerja.
Saat itu, Kala sudah memiliki tabungan untuk membangun sebuah kafe. Namun bagaimana pun, biaya yang dibutuhkan jelas sangatlah besar.
Lalu ia kembali mengikuti beberapa workshop untuk mencari beberapa orang yang sekiranya bisa untuk membantunya dalam pembiayaan, atau apapun itu.
Hal yang sama terjadi pada Kala di akhir workshop yang ia ikuti. Bedanya, kali ini ada dua orang yang menghampirinya dan bertanya alasan mengapa ia mengikuti workshop.
Ketika kala menjawab alasannya mengikuti workshop, dua orang yang bertanya pada Kala mulai tertarik untuk membantu dan bekerja sama dengan Kala.
Dua orang tersebut bernama Senja dan Laut. Iya, Senja, yang 3 tahun lalu membantu Kala di ruang Workshop dan menawarkan kerjasama.
Mereka mulai berkomunikasi lebih sering dari 3 tahun lalu, dan mulai lebih sering berkumpul untuk merencanakan lokasi, menu, dan lain sebagainya. Mereka sepakat untuk membuat kafe yang kecil saja agar mudah untuk mengelolanya. Lagi pula, mereka bisa mengembangkan kafenya setelah beberapa tahun nanti.
Sekali lagi, Kafe yang mereka garap sudah hampir selesai. Mereka sepakat untuk menamai kafe mereka dengan nama “Laut di Kala Senja”. Nama itu memiliki ketiga nama dari orang yang membangunnya, tanpa pembeli menyadari bahwa nama kafe itu adalah nama pemiliknya.
Tidak ada sebuah usaha yang berjalan lancar tanpa hambatan. Mereka bertiga kerap kali menemui hambatan seperti susahnya me-restock barang, beberapa pelanggan yang rese, dan lain sebagainya.
Namun yang pasti, seluruh usaha yang telah mereka kerahkan berbuah dengan hasil yang memuaskan. Sekarang, mereka telah membuka cabang ketiga kafe mereka, juga mereka telah merenovasi kafe pertama mereka dengan sebagaimana baiknya.