Thomas, seorang anak tunggal dalam keluarga yang kaya raya, sekaligus siswa teladan di SMP ternama di Surabaya. Bertahun-tahun lamanya orang tua Thomas menata masa depan Thomas untuk menjadi dokter, melanjutkan karya ayah ibunya di dalam IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Namun Thomas tidak pernah mengharapkan semua ini, ia bahkan tidak pernah mau menjadi dokter. Cita-cita Thomas adalah membangun perusahaan teknologi. Ia ingin mengembangkan industri teknologi di Indonesia.
Hari demi hari berlalu dengan beban di pundak Thomas sebagai harapan keluarga satu-satunya. Sampai suatu ketika di masa kuliahnya, Thomas memberanikan diri berbicara dengan orang tuanya, “Ayah, Ibu, apa kalian masih mengharapkanku menjadi dokter?” tanpa ada keraguan, mereka menjawab, “Tentu masih, kau satu-satunya harapan keluarga kita sayang, bukan begitu?” Jawab Thomas kepada mereka, “Jika aku boleh jujur, sebenarnya aku tidak pernah mengharapkan semua ini, aku tidak ingin menjadi dokter. Aku memendam ini bertahun-tahun, namun aku takut ayah dan ibu akan kecewa padaku.” Selama beberapa detik keheningan menyerebak di antara mereka. Raut muka yang aneh dan tidak dapat dijelaskan nampak di wajah orangtua Thomas. Namun, tak lama mereka menjawab, “Yah sejujurnya, itu memang mengecewakan kami. Kami kira kamu akan bersyukur atas masa depan yang sudah jelas terbentang di depan masa. Semua sudah disiapkan untukmu, namun ini akhir yang terjadi. Tapi bagaimanapun masa depan yang sudah ayah dan ibu tata untukmu, adalah yang terbaik untukmu sayang. Jangan kecewakan kami.”
Tak terasa, mata yang sedaritadi menunjukkan keberanian, berubah menjadi mata yang tergenang air mata kesedihan. Impian Thomas dihancurkan berkeping-keping. Thomas hanya menjawab dengan satu kalimat singkat, “Baik, jika itu mau ayah dan ibu,” lalu Thomas beranjak dari ruang keluarga dan memasuki kamarnya.
Bulan demi bulan berlalu, Thomas memendam kesedihannya menjalani hidup yang tidak ia dambakan. Namun akhirnya suatu ide tercetus dalam pikirannya. Thomas mulai membuka laptopnya, lalu ia mulai mencari tahu semua tentang dunia teknologi, terutama pemrograman dan cara kerja kecerdasan buatan. Thomas akhirnya menemukan satu celah dalam dunia teknologi yang mungkin bisa menjadi referensi baginya untuk mengembangkan penemuan baru. Hal itu adalah pengembangan kecerdasan buatan dalam mekanisme keuangan. Thomas sadar bahwa di dunia keuangan, masih banyak celah keamanaan yang disebabkan karena kelalaian manusia. Namun dengan kecerdasan buatan, keamanan dapat lebih terintegrasi dan terawasi selama 24 jam penuh.
Thomas lalu menghubungi teman-temannya yang berkuliah di fakultas ekonomi, dan fakultas teknik informatika. Ia mengajak mereka untuk bergabung dalam penelitian dan pengembangan riset ini. Dengan bantuan teman-temannya, Thomas menjadi tahu tentang instrumen-instrumen dalam keuangan sekaligus mengetahui dasar-dasar dalam informatika dan bahasa pemrograman.
Riset ini berlanjut selama bertahun-tahun lamanya, namun Thomas enggan menyerah. Hal in juga didukung oleh para temannya. Tahun demi tahun setelah kelulusannya. Orang tua Thomas mulai khawatir dengan karir anak mereka. Berkali-kali Thomas dihujani pertanyaan tentang kapan dirinya akan melanjutkan studi kedokterannya. Namun, Thomas tidak pernah memiliki niatan untuk melanjutkan studinya.
Tepat 4 tahun setelah kelulusannya. Thomas dan teman-temannya berhasil menemukan kunci pemrograman yang tepat agar sistem dapat mengelola keamanan dalam kegiatan ekonomi. Dalam waktu singkat, Thomas dan teman-temannya berhasil meyakinkan para perusahaan perbankan dan bahkan lembaga keuangan untuk menggunakan produk mereka. Perusahaan mereka mengalami kemajuan yang drastis. Ratusan bahkan ribuan orang bahkan dipekerjakan di perusahaan mereka. Sungguh kesuksesan yang luar biasa.
Perasaan tak terbayang atas kesuksesan ini sungguh memenuhi pikiran Thomas sampai tiba-tiba ia teringat dengan orang tuanya. Thomas memberanikan diri untuk menemui orang tuanya lagi dan memperjelas tujuan hidupnya untuk tidak terjun dalam dunia kedokteran. Ia bahkan sudah siap untuk dicaci maki atas perbuatannya. Ia berjalan memasukki ruang keluarga, tempat orang tuanya biasa bersantai. Tanpa ragu Thomas berkata, “Ibu, ayah. Selama bertahun-tahun aku mencoba untuk menuruti semua permintaan ayah dan ibu, aku takut mengecewakan kalian,” dengan suara bergetar dan berlinang air mata, Thomas melanjutkan, “Namun, aku sudah tidak kuat. Ini bukan jalan hidupku. Jika aku teruskan, bisa-bisa bahkan aku akan lebih mengecewakan kalian lagi. Maka ini adalah jalan hidup yang kupilih, menjalankan perusahaanku sendiri. Maaf karena telah mengecewakan kalian,” air mata kian menetes dan Thomas berlutut dihadapan orang tuanya sebagai bentuk permohonan maaf. Namun, setelah semua itu, jawaban yang tidak disangka-sangka keluar dari mulu orang tuanya, “Kami bangga padamu, nak. Kami yang harusnya memohon maaf atas tekanan yang kami berikan kepadamu. Perusahaan yang kamu bangun jauh lebih baik dari yang kami harapkan. Kami sayang padamu, nak.” Mereka berpelukan dengan rasa hangat dan saling menenangkan. Akhirnya seluruh beban Thomas telah terangkat.
Waktu terus berjalan, dan perusahaan Thomas kian berjaya dan terkenal hingga ke luar negeri. Hasil kegigihan Thomas selama bertahun-tahun akhirnya terbayar dengan kesuksesan.