Pada tahun 1981, ada seorang anak bernama Siti Nurhaliza. Bayi yang mungil dan parasnya yang cantik seperti ibunya. Pada waktu itu belum ada rumah sakit, saat ia dilahirkan. Ibunya mengalami pendarahan saat sedang menjamu tamu-tamu yang datang pada acara ulang tahun pernikahan Ibu dan Bapak nya. Sehingga dipanggilkan dukun beranak untuk membantunya melahirkan. Saat ibunya melahirkan, Ia mengucapkan bahwa Ia sudah tidak kuat lagi, dan tetap akan berusaha melahirkan anak pertamanya ke suaminya. Dan benar saja Ibunya wafat dan anaknya sudah dilahirkan.

Siti Nurhaliza yang sedari kecil tidak memiliki Ibu, sudah terbiasa hidup dalam kesabarannya. Dan juga Bapaknya yang selalu mengajarkan kepadanya agar bersabar disetiap rintangan yang Tuhan berikan pada kita. Beberapa tahun kemudian, bapaknya memutuskan untuk menikah lagi. Ternyata, ada satu rahasia yang belum bapaknya ungkapkan ke istri dan anaknya.

Beberapa tahun kemudian, Bapaknya sedang menangkap ikan dilaut seperti sedia kala. Ia biasa menangkap ikan di pagi hari. Hari sudah menjelang malam, tetapi Bapaknya tidak kunjung pulang. Sehingga Siti yang sekarang berusia 8 tahun dan ibu tirinya melapor kepada kepala kampung.

Esok paginya, kepala kampung membawa kabar bahwa Bapak Siti telah pulang selama-lamanya dan tak kan kembali lagi ke rumah Siti. Siti tidak percaya akan hal itu, karena Ia percaya kalau Bapaknya adalah seorang yang tangguh, dan sehat seperti biasanya. Tetapi, apa boleh buat, Bapaknya memang telah meninggal dunia. Siti yang mendengar hal itu, berusaha tegar. Karena sedari kecil Ia selalu dilatih untuk menjadi anak yang tidak cengeng saat menghadapi masalah kecil maupun besar.

Tetesan hujan pun mulai turun, dari sedikit menjadi berjuta-juta tetesan air hujan. Beruntungnya, Siti yang mencari tempat untuk menangis pun, bisa menangis sejadi-jadinya berkat tetesan air hujan. Karena kejadian Bapak Siti yang berpulang dunia. Ibu tirinya menjadi depresi, dan mulai melakukan kekerasan kepada anak tirinya yang Suaminya titipkan kepadanya. Selama bertahun-tahun, hingga Siti saat ini berusia 15 tahun. Siti yang dahulu tumbuh menjadi anak yang ceria, sekarang ia terlihat lesu, dan senyum dari wajahnya yang telah hilang.

Hari demi hari ia jalani dengan menjadi pembantu di rumahnya, menerima pukulan dari Ibu tirinya, dan Ia selalu mendapat perkataan kasar dari ibu tirinya.

Saat ini, Ia menjadi tulang punggung keluarga. Ia yang mencari nafkah, Ia yang melakukan semuanya dirumah. Tetangga selalu menutup mata, tetapi Siti selalu tegar menghadapinya.

Suatu saat, Ia sangat lelah. Dan Ia berpikir bahwa apakah manusia mempunyai batas kesabaran?

Ibu tirinya, mendengar kabar bahwa Siti tenggelam saat mengumpulkan kerang di laut. Siti yang tidak sadarkan diri, akhirnya dibawa ke dukun. Saat itu masih belum ada rumah sakit di kampung itu. Ibu tirinya segera bergegas menghampirinya, dan sangat khawatir kepada Siti. Sesampainya Ibu tirinya, Ia langsung menghampiri Siti. Ia berusaha membangunkannya, Ia menangis karena takut kejadian 7 tahun yang lalu, terulang lagi.

Siti pun akhirnya sadar, dan Ibunya yang berada di sampingnya sambil menangis melihat bahwa anak tirinya telah sadar pun bangkit dari posisi duduknya dan memeluk anak tirinya. Ibunya sadar bahwa perlakuannya selama bertahun-tahun lamanya salah. Ia meminta maaf kepada Siti, dan Siti sudah memaaf kan Ibunya sedari sebelum Ibunya meminta maaf kepadanya.

2 tahun kemudian, hubungan mereka semakin baik. Ibu tirinya tidak pernah lagi menganiaya anaknya. Ia telah benar-benar sadar bahwa perbuatannya sebelumnya adalah hal yang salah.

Sebagai orang tua, harus bisa memberikan contoh yang baik bagi anaknya. Sehingga apa yang orang tua bekalkan kepada anaknya kelak, dapat berguna di masa depan. Orang tua tidak boleh melontarkan perkataan serta perlakuan kasar terhadap anaknya, karena hal itu dapat menyayat hati anaknya. Karena setiap kata-kata dan perlakuan orang tua maupun yang lain dapat meninggalkan bekas ingatan di pikiran kita maupun di hati kita.