Menjadi penulis yang hebat. Itulah cita-cita yang selalu kuharapkan. Aku membayangkan bagaimana serunya berbagi ilmu kepada orang banyak melalui tulisan. Rasanya tak akan mungkin cita-cita itu bisa tercapai jika aku tidak mulai belajar dari sekarang. Dan inilah saat yang tepat untuk belajar.

 

Dengan berbekal rasa optimis, aku mencoba belajar menjadi penulis. Mulai dari mengirim naskah cerpen atau puisi ke beberapa majalah. Ternyata harapanku berbanding terbalik dengan kenyataan. Saat aku membaca beberapa majalah terbitan terbaru, tak satu pun kulihat naskahku yang dimuat. Itu artinya naskahku tidak diterima. Bukan tidak diterima, hanya saja naskah yang aku kirim tidak dimuat, dan bagiku itu menyedihkan.

 

Peluang itu muncul lagi. Ya, aku mendengar ada lomba menulis cerpen. Ini saat yang tepat bagiku untuk menunjukkan karyaku yang lebih baik. Mumpung masih ada peluang, mengapa tidak dimanfaatkan?

“Laila, aku dengar ada lomba menulis cerpen”, kataku.

“Benarkah? Aku baru tahu. Jadi, apa rencanamu?”, kata Laila.

“Aku ingin mengikuti lomba itu. Ini kesempatan bagiku untuk mengirim cerpen buatanku.” , jawabku.

“Memangnya kamu yakin bisa menang?” tanya Laila.

“Aduh, kamu ini bagaimana sih? Aku ingin mencoba mengirim cerpenku, siapa tahu bisa menang. Kalau belum dicoba kan belum tahu. Toh juga walaupun tidak menang, setidaknya aku pernah mencoba dan semoga itu bisa membuatku lebih semangat untuk belajar menulis cerpen yang lebih baik lagi.” jawab Laila.

“Bagus, bagus. Aku suka semangatmu. Tapi kamu tau nggak?” kata Laila.

“Tidak, memangnya kenapa?” tanyaku.

“Sebenarnya, aku juga mau mengikuti lomba cerpen itu.” kata Laila.

“Jadi, kenapa kamu tidak ikut?”, tanyaku.

“Kamu tau nggak? Sebenarnya aku juga ingin menjadi penulis, sama sepertimu. Semenjak aku sering membaca cerpen dan novel, aku jadi kagum dengan para penulis yang hebat dan aku pun tertarik menjadi seorang penulis. Tapi sekarang aku masih baru belajar. Jadi aku ragu-ragu untuk ikut lomba”, curhat Laila.

“Hahaha.. Ooo begitu. Berarti kita sama dong, sama sama mau jadi penulis.”, seruku.

“Ya, sepertinya begitu.” kata Laila.

“Kenapa harus ragu-ragu? Coba saja kamu ikut lomba. Ndak apa-apa walaupun masih baru belajar. Justru ini kesempatan bagimu untuk belajar menulis cerpen.”, kataku.

“Iya deh, aku ikut. Untuk sekarang ini, aku tidak mau terlalu memikirkan apakah aku akan mendapat juara atau pun tidak. Yang penting aku ingin mencoba. Aku ingin belajar dan harus belajar.” jawab Laila.

“Nah, gitu dong. Tenang saja, kawan. Kita sama-sama berusaha.”, kataku.

Laila tersenyum dan berkata, “Baiklah. Terima kasih atas dukungannya kawan.”

“Sama-sama, kawan. Kita memang harus saling mendukung dalam kebaikan.”

 

Aku dan Laila mengikuti lomba itu. Jadi, kami harus berusaha membuat cerpen semenarik mungkin untuk dikirimkan. Tidak hanya menarik tetapi juga mengandung pesan moral.

 

Zaman sekarang ini, nilai-nilai moral telah terkalahkan oleh pengaruh negatif globalisasi. Maka semoga melalui tulisan, salah satunya adalah karya tulis yang berupa cerpen bisa membuat para pembacanya menghayati pesan moral yang terkandung dalam cerpen tersebut.

Tamat