Hussam Al-Attar adalah seorang remaja yang baru-baru ini dijuluki sebagai ‘Newton dari Gaza’. Julukannya diambil dari nama seorang ilmuwan terkemuka dunia, karena remaja ini berhasil menciptakan listrik dari angin.

 Al-Attar adalah seorang remaja yang dulunya merupakan siswa sekolah Jabel Mukaber di Gaza. Sekarang Ia adalah salah satu pengungsi di Rafah, batas selatan Palestina dengan Mesir. Ia beserta keluarganya mengungsi, karena kampung halamannya, Gaza, diserang brutal oleh Israel sejak Oktober 2023. Sehingga, Rafah menjadi tempat pengungsian untuk sekitar 2,3 juta warga Palestina termasuk dirinya.

  Sejak perang melanda Gaza pada 7 Oktober 2023, Israel telah memutuskan aliran air, listrik dan bahan bakar bagi 2,3 juta warga Palestina yang menderita dalam situasi mengerikan akibat 17 tahun blokade. Al-Attar bersama para pengungsi lainnya harus mendirikan tenda untuk berteduh dan menjalani aktivitas dengan gelap-gelapan saat malam hari.

 Namun dengan kondisi tersebut, Al-Attar tidak tinggal diam. Ia mulai mencari barang-barang bekas, yang bisa dipakai untuk menghasilkan listrik. Karena kegigihan dan kecerdasannya, Al-Attar berhasil menemukan beberapa kipas bekas di pasar.

 Dua buah kipas bekas tersebut Ia hubungkan dengan kabel-kabel listrik yang ada. Dengan mengumpulkan bagian-bagian dari barang elektronik yang dibuang atau rusak, ia kemudian merakit generator listrik inovasinya.

 Dua kipas angin dipasang di salah satu tiang besi tempat pengungsian, lalu keduanya disusun, agar bisa berfungsi sebagai turbin angin kecil yang mampu mengisi baterai. Bilah turbin yang dipakai terbuat dari bahan yang ringan namun tahan lama. Turbin tersebut dipasang di tempat strategis, agar bisa menjangkau kekuatan angin. Ketika angin berinteraksi dengan bilah-bilah turbin, hal itu menyebabkan turbin bergerak. Kemudian, Al-Attar menyambungkan kipas angin ke kabel listrik yang tersebar di seluruh rumah dan kemudian menggunakan saklar, bola lampu, dan sepotong kayu lapis tipis untuk direntangkan di tenda. Dua upaya pertamanya gagal dan butuh beberapa waktu untuk mengembangkan sistem hingga dia berhasil pada percobaan ketiga.

 “Saya mulai mengembangkannya lebih lanjut, sedikit demi sedikit, hingga saya bisa menyambungkan kabel-kabel itu melalui ruangan hingga ke tenda yang kami tempati, sehingga tenda tersebut memiliki penerangan,” ucap Al-Attar.

 Al-Attar mengakui inovasinya terbatas, karena dibutuhkan angin yang kencang untuk menerangi tempat tersebut. Ia berharap agar bisa mendapat pasokan barang-barang yang berguna untuk proyek tersebut.

 “Saya  senang  melakukan ini, karena saya meringankan penderitaan keluarga saya, ibu saya, ayah saya yang sakit,  anak-anak adik laki-laki saya  dan semua orang yang menderita di sini  karena kondisi yang kita jalani di masa perang ini,” tambahnya.

 “Saya senang orang-orang di kamp ini memanggil saya Gaza Newton, karena saya berharap dapat mewujudkan impian saya menjadi ilmuwan seperti Newton dan membuat penemuan yang tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat Jalur Gaza tetapi juga dunia.” , jelasnya di TechTimes.

 Meski perang menghancurkan rumahnya, namun semangat perjuangannya membuahkan hasil yang bermanfaat.