Terlihat ada seorang perempuan di kamarnya yang memiliki tinggi badan yang cukup tinggi dengan rambut yang panjang berwarna putih dengan biru gradasi di ujung rambutnya, Ia memiliki warna mata bagaikan langit biru yang indah. Ia mengenakan sebuah topi sihir, sebuah seragam sekolahan dan memegang sebuah sapu penyihir.
“Ih, Aku malas! Kenapa harus sekolah sih? Kan aku seorang penyihir! Ilmu apa lagi yang bisaku dapatkan dari para manusia itu!” keluh perempuan itu yang mengentakkan kakinya dan memiliki kelakuan/sifat yang menyerupai anak kecil.
Perempuan tersebut bernama ‘Faith’ Ia merupakan seorang remaja yang berumur 14 tahun. Tahun ini Ia pindah ke sekolah yang hanya ada manusia biasa yang mencari pendidikan di sekolah tersebut. Faith pun tidak memilih untuk daftar di sekolah tersebut. Yang mendaftarkan Faith ke sekolah tersebut tidak lain adalah Ibunya. Faith pun menghela napas dan akhirnya memilih untuk keluar dari kamarnya itu. Ia mulai menuruni tangga yang sangat panjang dan tinggi tersebut dengan hati-hati. Saat Faith sampai di bawah, Ia melihat Ibunya yang sudah menunggunya di meja makan. Faith sesekali menghela napas dan mulai berjalan ke meja makan tersebut dengan rasa yang tidak begitu senang. Faith mengambil kursi dan duduk di depan Ibunya, Ia menatap Ibunya. Di ruangan tersebut hanya ada keheningan yang membuat hawa ruangan tersebut sangat suram. Faith memutuskan keheningan tersebut dan berkata.
“Jadi… Jam berapa sekolahnya akan mulai, Ibu?”
“Jam 07.20, jangan sampai kau terlambat pada hari pertamamu, nak.”
“Iya.”
Jawaban singkat dari Faith dengan muka yang murung. Ia pun memakan roti dengan selai cokelat yang telah disediakan di piring oleh Ibunya tersebut. Saat selesai, Ia mengambil tasnya dan mulai berjalan ke arah pintu.
“Saya pergi ke sekolah dulu, Ibu.”
“Baik, jangan pulang terlambat ya, Nak.”
“Baik.”
Faith membuka pintu rumah, dan berjalan keluar. Ia menutup pintu tersebut saat Ia sudah berada di luar rumahnya. Faith berdecih kasar, Ia merasakan amarah yang membara di dalam dirinya. Tetapi Ia menahan amarahnya tersebut dan memulai perjalanannya ke sekolah dengan menerbangkan tongkat penyihirnya yang Ia pegang sedari tadi.
Setelah beberapa menit, Ia akhirnya sampai di depan sekolahan tersebut. Faith mendaratkan tongkat penyihirnya di tempat parkir sekolahan tersebut, dan saat itu pun Ia menghilangkan tongkat penyihirnya hanya dengan satu jentikan jari. Faith mulai berjalan ke arah gerbang sekolahan tersebut. Faith melihat sekelilingnya bagaikan anak hilang, Ia melihat lingkungan sekelilingnya dengan takjubnya, “Sekolah ini ternyata sangat luas!” Kata Faith dengan cukup girang, Ia sekarang merasakan sedikit lebih bahagia dibandingkan sebelumnya saat masih di rumah bersama dengan Ibunya. Faith mulai berlari dengan mengelilingi lingkungan sekolahan yang sangat luas.
Saat Faith berputar putar sembari memandangi lingkungan sekelilingnya, tanpa Ia sadari, Ia telah menabrak seorang perempuan dengan cukup keras dan terjatuh.
‘Duk!’
“Apa yang kau lakukan, hah! Kamu kira ini jalan untukmu saja?!” kata perempuan yang Faith tabrak dengan tidak sengaja tersebut.
“Oh, maafkan saya, Saya merupakan murid baru di sekolah ini. Jadi saya sedikit bingung dengan lingkungan sekolahan ini yang sangat luas.” jawab Faith yang tiba-tiba canggung. Perempuan sebelumnya pun menatapnya.
“Baiklah, akanku maafkan kali ini.” kata perempuan tersebut.
“Hey, jika saya boleh tanya, namamu siapa? Sepertinya saya belum pernah melihatmu di kota ini.” tanya perempuan tersebut.
“Nama saya Faith, dan saya cenderung jarang keluar rumah karena malas.” jawab Faith yang tertawa dengan gugup.
“Oh, Pantas saja saya belum pernah melihatmu di kota ini.” jawab perempuan tersebut.
“Haha, Iya.” Faith pun menatapnya sebentar dan akhirnya menanyakannya,
“Jadi, apakah saya boleh tahu namamu?”
“Tentu, tolong maafkan saya yang lupa memperkenalkan diri.” jawab perempuan tadi.
“Tidak masalah!” jawab Faith.
“Nama saya adalah Stella, saya berumur 15 tahun dan saya merupakan pengurus OSIS di sekolah ini.” jawab Stella.
“Oh, salam kenal, Kak Stella.” Jawab Faith dengan senyuman yang lembut.
“Salam kenal juga, Faith.” Stella pun tersenyum hangat kepada Faith.
Bel pun tiba-tiba berdering, pertanda kelas akan mulai. Faith pun melambaikan tangannya kepada Stella dan berlari mencari kelasnya. Stella pun menatapnya sebentar, melihatnya lari dengan kebingungan.
“Ada sesuatu yang aneh dengan anak itu.” kata Stella dengan sinisnya. Stella pun berhadapan belakang, dan mulai berjalan ke perpustakaan.
Sedangkan Faith, masih berlarian bagaikan anak yang hilang. Faith sedang berlarian menaiki dan menuruni tangga, akhirnya Ia menemukan kelasnya yang berada di lantai 2. Faith bergegas ke kelasnya, dan akhirnya berhenti di depan pintu kelas tersebut. Ia mencoba untuk mengatur nafasnya yang masih terengah-engah, setelah Ia dapat bernapas dengan normal kembali, Ia menjadi canggung dan mengetuk pintu tersebut. Faith sudah tahu bahwa gurunya sudah datang sebelum Ia menemukan kelasnya. Guru dari kelas tersebut yang bernama ‘Giana’
“Oh, halo nak. Apakah kamu murid baru nya?” tanya Ms. Giana
“Iya bu, Saya murid baru di sini.” jawab si Faith
“Baik, nak, silahkan masuk dan perkenalkan dirimu.” sambut Ms. Giana dengan sebuah senyuman hangat.
Faith menganggukkan kepalanya, dan Ia memasuki ruang kelas itu.
Saat Faith berdiri di depan kelas, terdapat tatapan yang berbeda-beda dari murid di kelas tersebut. Mereka semua mulai berbisik bisik,
“Mengapa rambutnya putih? Apakah Ia mengecat rambutnya? Dan mengapa Ia menggunakan topi aneh itu?” bisikan dari salah satu murid di kelas tersebut.
Faith menghela napas, “Halo teman-teman, saya Faith. Saya berumur 14 tahun dan memiliki hobi membaca buku, dan saya merupakan murid pindahan. Cukup sekian dari saya, Terima kasih.” Faith pun memberi mereka senyuman tertekan, Satu kelas pun terdiam dan lanjut menatapnya.
“Baik, silahkan duduk di sebelah ‘Quin’, Quin tolong angkat tangan.” ujar Ms. Giana.
Quin yang merasa senang akan mendapatkan teman sebangku pun mengangkat tangannya. “Tolong duduk disebalah Quin ya, nak.” kata Ms. Giana. Faith menatap Quin dari kejauhan, Faith pun menganggukkan kepalanya dan mulai berjalan ke arahnya. Setelah Ia sampai di mejanya, Ia mengambil kursi dan duduk di sebelah Quin, dan menyapa Quin dengan bahagia.
“Hey, Apakah kita boleh berteman?” tanya Faith.
“Boleh-boleh saja, sepertinya kita sudah saling kenal kan?” kata Quin.
“Oh iya, benar. Kita sudah saling kenal.” jawab Faith dengan girangnya, Faith mulai mengeluarkan buku mata pelajaran, buku catatan dan juga alat tulisnya. Faith pun merasa bosan saat mendengarkan gurunya, menurutnya sekolah tidak begitu penting baginya. Selama pelajaran, Faith tidak mencatat apa pun dan Ia hanya memainkan bolpoinnya sejak awal mulainya pelajaran tersebut.
Beberapa jam pelajaran telah berlalu, dan akhirnya bel istirahat pun berdering. Terlihat semua murid sedang berlarian keluar dari kelas mereka masing-masing. Faith pun berdiri dari kursinya, Ia menatap Quin yang tertidur sedari tadi. Faith pun membangunkannya dan mengajaknya keluar kelas untuk istirahat.
“Ayolah, bangun. Jangan ngebo aja kamu.” canda si Faith.
“Halah, mending diam aja sih kamu.” jawab si Quin yang sudah terbangun.
Faith pun lanjut untuk membujuk si Quin untuk keluar dari kelas dan beristirahat. Akhirnya, Quin menyerah dan keluar kelas bersama Faith.
“Akhirnya keluar juga.” kata Faith yang senang akan kemenangannya untuk membujuk Quin.
“Cih, gitu aja bangga.” jawab Quin yang sedang bercanda. “Ya iyalah, tidak mungkin kecewa kan ya.” jawab Faith kepada Quin, “Iya iya deh.” kata Quin yang menertawakan Faith sebagai candaan.
5 menit telah berlalu, Sedangkan Faith dan Quin masih berjalan menuju kantin melewati sebuah lorong yang begitu panjang dan luas, juga terdapat banyak loker yang berwarna merah di dalam lorong tersebut.
“Yahh, ini lorong panjang amat sih!” keluh Faith.
“Pastilah, ini sekolah kan luas banget.” kata Quin.
“Harus pakai banget gitu ya?” tanya Faith.
“Iya” kata Quin dengan singkat, jelas, padat.
Faith menghelakan napas perlahan lahan karena kelelahan. Faith pun menyandarkan punggungnya di salah satu loker tersebut untuk beristirahat.
“Hey, Kenapa kamu beristirahat di situ! Nanti kita dimarahi oleh pemilik lokernya!” tegur Quin kepada Faith.
“Ya, ga masalah kan. Saya sudah capek begini kamu suruh jalan lagi gitu ya?” kata Faith yang masih saja bersandaran di loker tersebut.
“Cih, ya sudah lah. Lagian kamu ngapain? Katanya mau ke kantin.” tanya Quin kepada Faith.
“Oh, itu benar juga! Baiklah, kita lanjut jalan saja ke sana.” jawab Faith.
Faith pun berdiri dengan tegak dan tidak lagi bersandaran pada loker tersebut. Seketika pintu loker yang dipakai Faith untuk bersandar pun terjatuh dan menghilang menjadi debu. Saat itu pun Faith dan Quin hanya melihat loker tersebut dengan ekspresi muka yang terkejut dan ketidak percayaan.
“Sejak kapan ada tangga di dalam loker ini?” tanya Faith dengan bingung.
“Saya pun tidak tahu, mungkin pemilik loker ini membuat ruangan ini hanya untuk dirinya?” jawab Quin dengan intonasi suara yang gugup.
Faith pun mulai mendekati loker tersebut, tetapi Quin mencegahnya. “Hey, Jangan didekati! Bisa saja ruangan itu berbahaya, dan kita dilarang masuk!” kata Quin.
“Cih, jangan paranoid lah Quin! Lagian, kamu juga penasaran kan tentang ruangannya!” jawab Faith yang tetap saja ingin memasuki loker tersebut.
Quin pun terdiam, Ia menghela napas dan menganggukkan kepalanya. “Baikah. Tetapi sampai nanti ada masalah, yang tanggung kamu ya!” kata Quin yang tidak ingin bertanggung jawab atas pilihan temannya.
“Iya iya deh, saya yang tanggung.” jawab Faith dengan santainya. Faith pun memasuki ruangan yang berada di dalam loker tersebut dan menaiki tangga yang berada di dalam loker. Ruangan tersebut berwarna hitam dan putih, dan hanya terdapat tangga tersebut dan simbol-simbol aneh yang diukir di dindingnya. “Tempat ini dingin sekali…!” keluh Quin.
“Shhh, Dari pada isinya mengeluh aja, sini bantu!” jawab Faith yang kesal terhadap Quin.
“Ih Iya deh.” jawab Quin.
Quin mendekati si Faith, tetapi beberapa saat kemudian Ia pun ikut bingung karena Ia tidak pernah melihat simbol-simbol tersebut.
“Simbol apaan itu? Perasaan gak pernah lihat deh.” jawab Quin dengan kebingungan.
“Yah, kukira kamu tahu makna dari simbol-simbol ini.” kata Faith yang sedikit kecewa.
Beberapa saat kemudian, Quin pun memulai pembicaraan.
“Mungkin di perpustakaan ada buku tentang simbol-simbol ini?” kata Quin yang mencoba untuk mencari ide.
“Oh ya, kau bener! Mungkin kita bisa ke perpustakaan sepulang sekolah.” jawab Faith.
“Tentang itu, saya gak akan bisa sih kalau pergi ke perpustakaan bersamamu sepulang sekolah..” kata Quin dengan canggung.
“Loh? Kenapa gak bisa?” tanya Faith kepada Quin.
“Saya ada acara keluarga sepulang sekolah, kamu tidak apa apa kan kalau ke perpustakaan sendirian?”
“Ya sudah deh, gak masalah.” jawab Faith.
Bel pun berdering, yang berarti istirahat telah selesai.
“Oh, belnya sudah berdering. Saya pergi ke kelas dulu ya!” kata Quin yang akan pergi ke kelasnya.
“Baiklah, sampai jumpa.” jawab Faith yang hanya melihat Quin berjalan ke kelasnya, karena pada jam ke 2 mereka memiliki mata pelajaran yang berbeda. Faith berbalik badan dan mulai berjalan cepat ke kelasnya. Saat Ia masih berjalan, Ia melihat ada bayangan hitam yang melewatinya. Faith tidak menyadarinya, dan melanjutkan perjalanannya ke kelas.
Saat Ia tiba di kelas selanjutnya, yaitu mata pelajaran IPA. Ia mendudukkan dirinya di sebuah kursi kosong. Tidak lama pun pelajaran dimulai. Seperti biasa, Faith merasa bosan dan memilih untuk tidak mendengarkan penjelasan dari gurunya. Ia sedari tadi hanya mengalamu tentang kejadian tadi dan tidak sadar akan waktu yang berlalu. Ketika pelajaran selesai, Ia menunggu untuk semua murid keluar terlebih dahulu. Saat ruang kelas mulai sepi, Ia pun keluar dan bergegas ke perpustakaan.
Faith pun akhirnya sampai di perpustakaan setelah beberapa menit berlalu, di situ Ia bertatapan dengan Stella dan kawan-kawannya. Faith hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan berjalan seperti biasa agar tidak dianggap mencurigakan oleh Stella dan kawan-kawannya. Ia pun berpura-pura untuk membaca beberapa buku sembari menunggu mereka pergi dari perpustakaan. Faith pun mengeksplorasi ruang perpustakaan tersebut dan melihat bahwa perpustakaan ini jauh lebih besar dari perkiraannya. Perpustakaan tersebut memiliki beberapa meja dan kursi, perpustakaan tersebut juga memiliki banyak rak buku yang sangat tinggi, makalah itu disediakan tangga kaku agar murid-murid bisa mengambil buku-buku yang berada di atas rak buku tersebut, dan tersedia juga beberapa komputer untuk mengerjakan tugas-tugas sepulang sekolah.
Faith pun lanjut mencari buku tentang simbol-simbol tadi, Ia telah mengambil banyak buku dan membaca dan memperhatikan semua isi buku dengan baik. Stella sedari tadi hanya menatapnya secara diam-diam. “Anak itu ngapain sih? Dari tadi mengobrak-abrik buku aja!” ucap Stella dalam batinnya. Faith yang merasa ditatap sedari tadi pun menatap balik Stella. Stella pun cepat-cepat membuang muka dan lanjut mengerjakan tugasnya. Faith lanjut menatapnya sebentar, dan ikut membuang muka. Beberapa saat sudah lewat, dan Faith sudah mulai lelah. Ia hanya menghela napas dan duduk di kursi kosong yang sudah disediakan oleh perpustakaan. Saat Ia melihat jam, ternyata jarum jam sudah menunjukkan jam 4 sore. “Hah, Masa sudah jam 4? Perasaan baru beberapa menit di sini. Haduh, sebentar lagi perlu pulang.” Faith pun mengeluh kepada dirinya sendiri dengan intonasi suara yang rendah.
Faith mulai meringkas buku-buku yang Ia baca tadi, dan memilih untuk membawa pulang beberapa buku yang belum Ia baca. Setelah buku-bukunya di Scan oleh penjaga perpustakaan, Faith pun memasukkan semua buku tersebut ke dalam plastik hitam yang diberikan oleh penjaga perpustakaannya. Ia membawa plastik hitam tersebut dan keluar dari perpustakaan, di mana Ia di tahan oleh Stella,
“Heh, ngapain kamu pinjam buku sebanyak itu?” tanya Stella yang mencurigai Faith yang membawa buku banyak.
“Oh, ini?… Hanya untuk belajar saja kok, tidak perlu khawatir.” jawab Faith dengan gugup.
“Hm, baiklah.” kata Stella yang masih curiga terhadap Faith.
Faith pun menghela napas lega saat melihat Stella berjalan menjauh darinya. Faith mulai berjalan ke depan gerbang, dimana ibunya sudah menunggu sedari tadi.
“Ibu? Mengapa kamu disini?” kata Faith dengan bingung.
“Pihak sekolah memanggil ibu kesini. Kamu pulang saja dulu, nak. Nanti ibu pulang sedikit malam.” jawab Ibunya dengan senyuman hangat.
“Oh, okay.” jawab Faith dengan singkat.
Faith melanjutkan perjalanannya ke rumah. Saat Ia sampai di rumah, Ia membuka pintu rumahnya dan masuk. Saat Ia masuk, terlihat ada beberapa jajanan yang sudah dibeli oleh ibunya. Faith pun masuk ke kamarnya, Kamar tersebut berwarna putih dan hitam, terdapat satu kasur, sebuah meja belajar yang terdapat sebuah rak buku di sebelahnya dan sebuah lemari yang sangat besar, Ia pun meletakkan plastik hitam tersebut di dekat meja belajarnya. Ia mengganti pakaiannya terlebih dahulu, dan mengambil beberapa jajanan yang dibeli oleh ibunya saat Ia masih di sekolah. Ia membawa jajanan tersebut ke dalam kamarnya sembari Ia mengambil beberapa buku tersebut. Faith membaca buku-buku tersebut dengan perlahan dan teliti.
Beberapa waktu telah berlalu, dan Faith mulai merasa kelelahan.
Ia pun berkata, “Aku sudah baca lebih dari sepuluh buku, tetapi kenapa tidak ada apa pun tentang simbol-simbol tersebut!”
Faith lanjut membaca buku-buku tersebut, tetapi Ia mulai merasakan rasa pegal pada punggungnya
“Haduh, aku baru berumur 14 tahun, Mengapa sudah memiliki punggung bagaikan orang tua!” keluh Faith di dalam hatinya.
Maka Ia berdiri dari kursinya dan berjalan ke kasurnya. Ia pun menjatuhkan dirinya di atas kasurnya yang cukup besar tersebut, “Baiklah, mari kita lanjut membaca lagi.” kata Faith. Ia mulai membaca lagi, sampai Ia akhirnya tertidur sembari memegang buku yang dari tadi Ia baca.
Keesokan harinya, Faith pun terbangun. Ia mengusap matanya dan membuka tirai jendelanya. Ia melihat ke luar jendelanya, dan cahaya matahari pun masuk ke dalam kamarnya. Ia mengusap matanya sekali lagi karena silau yang disebabkan oleh cahaya mataharinya. Faith mulai berjalan ke kamar mandinya. Ia menutup pintu kamar mandi tersebut saat Ia telah memasuki kamar mandi tersebut. Kamar mandi tersebut berwarna putih, dan cukuplah besar. Terdapat dua wastafel dengan kaca dan sebuah bath tub dengan sebuah tirai menutupinya. Faith berjalan dan menghadap ke depan wastafel dan menatap refleksi dirinya yang memantul di kaca, Ia pun mencuci mukanya dan menggosok giginya. Setelah Ia selesai, Ia mengeringkan mukanya dengan handuk.
Saat Faith keluar dari kamar mandi, bel rumahnya pun berdering.
“Siapa yang datang jam segini?” tanya Faith di dalam hatinya. Faith keluar dari kamarnya dan menuruni tangganya. Bel pun lanjut berdering, “Kring kring kring!”
Faith pun membuka pintu rumahnya dan melihat ada sebuah buku yang terlihat kotor, lusuh dan tua. Faith mengambil bukunya, dan menutup pintu. Ia kembali menaiki tangga dan memasuki kamar tidurnya lagi. Ia meletakkan buku tersebut di atas meja belajarnya dan mencoba untuk mengusap sampul buku tersebut dengan tisu basah. Sekali lagi, Ia melihat simbol-simbol aneh tersebut berada di sampul bukunya.
“Apa-apaan ini? Mengapa buku ini tiba-tiba berada di depan pintu rumahku?” tanya Faith di dalam hatinya.
Faith pun membuka bukunya. Di dalam buku tersebut tidak ada satu kata pun, Faith pun menatap bukunya dengan bingung. Ia lanjut membalik-balik semua halaman buku tersebut. Sampai akhirnya, Ia menemukan sebuah lembar kertas yang berada di tengah buku. Lembaran kertas itu pun adalah sebuah gambaran jam pasir.
“Jam pasir? Apakah aku perlu mencari jam pasir yang memiliki pasir warna biru seperti digambar ini? Kalau tidak salah di taman sekolahan yang bagian belakang ada jam pasir… Tapi aku juga kurang tahu, soalnya aku tidak mendengarkan penjelasan Ms. Giana saat di kelas. Coba nanti malamku lihat.” kata Faith yang memegang lembaran kertas dengan gambaran jam pasir tersebut.
Faith menatap kepada jam dindingnya sekali lagi, jarum jam menunjukkan jam 4 pagi.
“Oh, pantas saja masih sunyi. Ibu belum bangun.” kata Faith yang menghadap ke meja belajarnya lagi. “Bukunya berantakan semua, aku lupa merapikannya kemarin karena sudah ketiduran.” kata Faith di dalam hatinya.
Faith pun merapikan bukunya dan memasukkan semua bukunya di dalam plastik hitam yang diberikan oleh penjaga perpustakaannya kemarin. Ia meletakkan plastik hitam yang terisi oleh buku tersebut di sebelah meja belajarnya dan lanjut tiduran di atas kasurnya sembari memainkan ponselnya.
2 jam telah berlalu, dan Ibunya Faith memanggilnya untuk sarapan pagi tepat pada jam 6. Faith pun keluar dari kamarnya dan menuruni tangga,
“Ibu sudah pulang? Kok Faith tidak dengar ibu membuka pintu?” tanya Faith dengan bingung.
“Oh, itu karena kamu sudah tertidur nak. Ibu pun pulang jam 12-an karena ada urusan lain.” jawab ibunya Faith.
“Oh, baiklah, Bu.” kata Faith yang dari tadi sudah duduk di kursi yang berada di ruang makan.
Ibunya Faith pun meletakkan beberapa piring di atas meja, dan di atas piring-piring tersebut disediakannya semua hidangan favorit Faith.
“Ibu kenapa membikin semua hidangan kesukaan Faith? Apakah ibu tidak lelah membuatnya?” tanya Faith yang menatap ibunya dengan terkejut.
“Tidak masalah nak, Ibu tahu kamu lelah karena tugas-tugas sekolahan yang banyak.” jawab ibu Faith kepadanya.
“Tugas? Tugas apa? Kok ibu bisa tahu ya?” tanya Faith di dalam hatinya.
“Baiklah, terima kasih banyak, ibu.” jawab Faith.
Faith pun memakan semua hidangan tersebut dengan lahap, Ia tidak ingin meninggalkan se remah pun dari hidangan tersebut, karena Ia tahu betapa susahnya untuk ibunya membuat semua hidangan favoritnya.
Setelah Faith selesai memakan semua hidangan tersebut, Ia berterima kasih sekali lagi kepada ibunya dan kembali ke kamar tidurnya.
“Haduh, sepertinya aku makannya terlalu banyak deh sampai kekenyangan…” kata Faith di dalam hatinya. Ia pun memasuki kamar tidurnya dan duduk di kursi belajarnya. Ia kembali membuka buku tadi, dan melihat ada sebuah lubang yang menyerupai bentuk jam pasir.
“Apa-apaan ini? Tadi ga ada lho, kok tiba-tiba ada?” kata Faith dengan raut muka yang bingung.
Ia pun melihat jam dindingnya lagi, “Baru jam 7 pagi, kalau masuk ke sekolah jam segini sih sudah pasti ketahuan sama penjaganya, apalagi ini kan hari Sabtu dan sekolahan sepi.” kata Faith dalam hatinya.
Faith melihat ke luar jendela, banyak transportasi yang melewati jalan tersebut. “Enaknya ngapain ya? Baru jam 7 pagi.” kata Faith di dalam hatinya sekali lagi. Faith pun menghela napas, dan membuka laptopnya.
“Mungkin ada beberapa informasi lainnya tentang simbol-simbol aneh tersebut?” kata Faith dengan nada berbisik. Ia pun membuka laptopnya dan mencari informasi baru tentang simbol-simbol aneh tersebut.
5 jam telah berlalu, dan sekarang jarum jam telah menunjukkan jam 12 siang.
“Haduh, punggungku… Apakah aku sudah menjadi lansia? Aku belum mau meninggal karena usia lho!” kata Faith dengan dramatis, Ia terlalu “over reacting” hanya karena Ia merasa kaku pada bagian punggungnya.
Faith melihat pada jam dindingnya, “Oh, sudah jam 12 siang? Ga begitu kerasa ya. Yang kerasa hanya mata dan punggungku.” kata Faith yang kelelahan.
“Hm… Sepertinya sudah tidak ada pekerjaan kan? Yasudah, mending tidur lagi.” Faith berdiri dan berlari ke kasurnya. Ia pun menjatuhkan dirinya di atas kasurnya dan memeluk gulingnya,
“Selamat tidur Dunia!” kata Faith yang memejamkan matanya dan tertidur lelap.
Setelah 4 jam-an Ia tertidur. Saat jarum jam menunjukkan jam 4 sore, Ia akhirnya terbangun.
“Hoamm, sudah jam berapa ini?” kata Faith di dalam hatinya. Saat Ia melihat dinding jam, ternyata jam sudah menunjukkan jam 4 sore.
“Aku sudah tertidur selama 4 jam, seharusnya sebentar lagi makan malam. Tapi, aku masih kenyang. Mungkin makan malamku lompati saja?” kata Faith di dalam hatinya. Faith berdiri dari kasurnya dan masuk lagi ke kamar mandi. Ia mencuci mukanya lagi, tetapi sekilas Ia melihat sebuah bayangan hitam melewati cerminnya dengan begitu cepat.
“Bayangan itu lagi!” kata Faith dengan terkejut. Ia pun menghindari wastafelnya, dan lari keluar kamar mandi.
“Mengapa bayangan itu muncul lagi, apakah bayangan itu ada hubungannya dengan simbol-simbol aneh yang berada si sekolahan?” tanya Faith dalam hatinya.
“Sudahlah, lupakan saja,” Faith pun menutup pintu kamar mandinya dan mengganti pakaiannya, Ia menggunakan sebuah kemeja putih dengan rok panjang berwarna hitam yang panjangnya mencapai lututnya, dilengkapi dengan jaket hitam dan tas hitam yang dalamnya dengan buku misterius tadi. Ia berjalan keluar kamar tidurnya dan menuruni tangganya.
“Ibu, aku pergi ke rumah teman dulu ya!” teriak Faith agar ibunya dapat mendengarnya sembari Ia memasang kaos kaki dan sepatu hitamnya yang biasa Ia gunakan untuk pergi ke sekolah.
“Baik nak, jangan pulang larut malam ya.” kata ibunya
“Baik, bu.” Jawab Faith.
Faith pun keluar dari rumahnya dan berjalan kaki ke sekolahan.
Dalam perjalanannya, Ia melihat bahwa jalanan masih ramai dengan berbagai macam transportasi. Faith juga melihat ada sebuah kupu-kupu berwarna biru yang melewatinya dalam perjalanannya.
Saat Faith sampai di sekolahannya, Ia mencoba untuk memanjat gerbangnya dan akhirnya pun berhasil. Saat Faith akhirnya masuk, Ia pun senang. Tetapi Ia tidak tahu caranya untuk turun dari gerbang tersebut. Maka Ia hanya menjatuhkan dirinya,
“BRUK!”
“Haduhh, walau ada cara lain untuk turun dari gerbang tersebut, tapi menjatuhkan diri adalah cara tercepat.” kata Faith yang merasakan kesakitan pada lututnya. Ia pun berdiri dan berjalan mengelilingi sekolahannya dan akhirnya mencapai taman belakang,
“Itu, jam pasirnya!” kata Faith dengan senang. Ia pun mengangkat kaca yang menjaga jam pasir tersebut. Saat Faith memegang jam pasirnya, Ia merasakan hal nyeri di tangannya. Maka Ia tidak sengaja pun melempar jam pasir tersebut.
“Eh, sakit sakit!” Faith pun menghindari jam pasir tersebut, dan melihat bahwa jam pasir tersebut mengeluarkan cahaya biru.
Beberapa saat kemudian, Ia menurunkan tasnya dan mengobrak-abrik tasnya,
“Dimana buku tadi!” tanya Faith di dalam hatinya.
“Cih, apakah ini buku yang kau cari?”
“Apa?” kata Faith dengan terkejut. Faith pun melihat ke belakang, hanya untuk melihat Stella yang memegang bukunya.
“Ternyata benar, kamu di sekolah ini hanya untuk membuat masalah!” kata Stella dengan percaya diri dan marah.
Faith pun berlari ke Stella, “Kembalikan bukuku!” kata Faith yang mencoba untuk menarik bukunya dari pegangan Stella.
“Tidak akan, Kamu hanya akan membuat masalah lagi!” kata Stella yang mendorong Faith.
Faith pun terjatuh di tanah dan melihat cahaya biru itu memasuki buku tersebut.
“Apa yang baru saja terjadi?” tanya Faith dengan bingung
Seketika ada sebuah cahaya putih yang menyinari matanya.
“Tunggu apa yang terjadi, kak Stella!” teriak Faith.
Saat Faith sadar, Ia terbangun di atas kasurnya. Ternyata selama ini Ia hanya bermimpi.
“Apa? Jadi selama ini aku hanya bermimpi?” kata Faith dengan bingung.
Saat Ia menatap jam dinding, ternyata jarum jam baru menunjukkan jam 6 pagi.
“Faith, ayo bangun! Nanti kamu terlambat untuk hari pertama sekolahmu!” kata Ibu Faith.
“Aku bingung sekali.. Bukannya ini sudah hari Sabtu? Kenapa masih hari pertama?” kata Faith di dalam hatinya.
“Baik, bu! Aku segera turun.” balas Faith kepada ibunya.
“Huh, mimpi yang aneh.” kata Faith di dalam hatinya.
Ia pun bersiap-siap mengenakan seragam dan mengambil tasnya dan keluar dari kamar tidurnya, dan menuruni tangganya.
“Mungkin aku hanya bermimpi selama ini, mungkin buku misterius itu tidak nyata.” kata Faith dengan lega.
Saat Ia menuruni tangga, tasnya pun terjatuh dan terbuka. Terlihatlah sebuah buku yang terjatuh keluar dan terbuka. Menunjukkan sebuah jam pasir berwarna biru yang sudah ada di dalam bukunya.
“Tidak mungkin kan ini?” tanya Faith dengan ketakutan di dalam hatinya.
Ia pun membawa buku tersebut dan berjalan ke halaman belakang.
“Hilanglah saja dan jangan menggangguku lagi!” kata Faith dengan kesal sembari Ia melihat buku tersebut terbakar.
Faith pun merasa lega bahwa hidupnya sudah kembali seperti semula, dan Ia kembali memasuki rumahnya. Terlihat cahaya biru yang keluar dari bukunya yang Ia bakar tadi, dan cahaya biru tersebut kembali ke taman sekolahan.
The End