Langit yang cerah berganti menjadi gelap dan disusul oleh adanya hujan deras. Akhir-akhir ini hujan membungkus beberapa kota di Indonesia, termasuk kota tempat tinggalku. Bahkan ada saat di mana hujan tidak berhenti selama dua hari penuh. Akibatnya, banyak siswa dan siswi yang terlambat masuk ke sekolah karena jalan macet. Begitu juga dengan diriku yang rumahnya jauh dari sekolah.

Namaku Nebula. Seorang gadis remaja berusia empat belas tahun dengan rambut hitam, panjang dan lurus. Aku adalah anak tunggal di keluargaku. Ayah sebagai seorang pekerja kantoran yang amat sibuk dan Ibu seorang ibu rumah tangga yang handal. Hobiku adalah membaca buku terutama novel bergenre fantasi, dan yang tidak kusukai adalah pelajaran IPA bersama pak Toyib. Sebenarnya dulu IPA memang mata pelajaran favoritku, tapi semenjak IPA berkolaborasi dengan hitung-hitungan aku tidak menyukainya lagi.

Untuk kehidupan di sekolah, aku sama seperti remaja pada umumnya. Aku tidak terlalu mencolok dan hanya kenal dengan beberapa teman, dan itu pun hanya teman sekelas. Di sekolah biasanya aku hanya menghabiskan waktuku dengan membaca di perpustakaan bersama sahabatku atau menonton murid kelas lain yang bermain di lapangan sekolah.

Sekolah telah berakhir setengah jam yang lalu, tetapi aku belum di jemput. Aku berpikit positif, mungkin saja Ayah sedang macet di jalan. Sebenarnya, aku
ingin mengajak sahabatku yang bernama Kala untuk membaca buku bersama di perpustakaan. Tetapi Kala memberitahuku bahwa Ibunya sudah menunggunya di parkiran. Sekolah masih dibuka karena ada ekstra ansamble. Daripada bosan menunggu, aku pun memutuskan untuk ke perpustakaan sekolah dan berniat
meminjam beberapa buku. Di sekolah banyak sekali buku-buku yang menarik sehingga minat membaca siswa siswi di sekolahku meningkat terutama murid kelas VII.

Aku melewati lorong-lorong kelas dan akhirnya sampai di depan ruangan perpustakaan. Aku mengintip dari pintu, dan tidak ada siapa-siapa di dalam ruangan. Guru penjaga perpustakaan pun tidak ada, aku hanya berpikiran mungkin saja ia sedang pergi ke toilet. Aku memasuki ruangan perpustakaan dan menaruh
tas sekolahku di meja dan kursi yang telah disiapkan sekolah untuk tempat membaca buku. Setelah menaruh tas, kakiku langsung tancap gas untuk berjalan ke
sana kemari sambil menelusuri banyak buku di delapan rak buku besar ini. Ku mulai dari rak pertama yang paling dekat dengan posisiku setelah menaruh tas.
Sekitar tujuh menit aku menelusuri buku-buku, tiba-tiba ada sesuatu yang mengalihkan pandanganku. Terlihat dari kejauhan lima meter, terdapat sesuatu
yang bersinar sangat terang. Sesuatu yang bersinar itu ada di rak ke delapan. Jiwa penasaranku meronta-ronta, aku pun berjalan menuju rak ke delapan untuk
melihat apa sesuatu bersinar itu.

Ketika sudah sampai di rak kedelapan, aku memegang sesuatu yang bersinar itu. Tetapi lama kelamaan cahaya yang bersinar itu meredup. Cahaya yang redup
membuatku mengetahui apa sesuatu apa yang bersinar itu. Ah… ternyata hanya sebuah buku. Buku ini berwarna coklat dan berdebu, ketika aku membukannya buku ini hanya berisi 6 halaman dengan 5 halaman bergambar peta dan 1 halaman kosong. Bahasa yang tertera di buku ini sama sekali tidak kupahami.
Gambar-gambar petanya juga bukan seperti di kotaku. Aku menatap dan mengamati buku ini dengan saksama sambil diselingi oleh kebingungan dan lamunan.

Nada dering ponselku memecahkan lamunan.  Sepertinya itu nada dering ponsel dari tasku. Aku pun segera kembali ke tempat membaca sambil membawa bukuaneh tadi. Astaga, ternyata ayah sudah sampai di parkiran. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki. Aku menoleh ke arah sumber suara. Terlihat ibu penjaga
perpustakaan memasuki ruangan ini. Pas sekali, aku berniat meminjam buku ini.
“Permisi Bu, saya mau meminjam buku ini.”  Kataku sambil menyodorkan buku itu ke ibu penjaga perpustakaan.
Ibu itu terdiam dan berkata “Buku apa maksutmu?” Ibu itu memasang ekpresi bingung. Aku juga ikut bingung.
“Ini Bu, buku dengan bahasa yang tidak Kuketahui, tapi ini menarik. Apakah ibu tahu ini buku tentang apa? Karena hanya berisikan peta dan bukan memakai bahasa Indonesia.” Sekali lagi aku menyodorkan/ menunjukkan buku ini.
“Maaf Nak, tapi kamu menunjukkan
apa? Dari tadi tanganmu kosong, ibu tidak mengerti.” Aku terdiam dan membatin dalam hati. Ibu penjaga itu mengambil ponsel dan berkas-berkas dokumen dan
menghampiriku.
“Maaf ya Nak, ibu ada pertemuan bersama guru-guru yang lainnya di ruang guru.” Aku masih diam di tempat lalu menatap buku aneh ini. Tiba-tiba aku teringat kalau ayah sudah menjemput. Aku memasukkan buku ini ke dalam tas dan meninggalkan ruangan perpustakaan.

Aku menuju parkiran sekolah sambil berlari. Terlihat mobil berwarna hitam dengan plat nomor yang kukenal. Ya, itu mobil ayah. Aku mengetuk jendela mobil
dengan memberi isyarat untuk membukakan pintu nya karena dikunci dari dalam. Ayah langsung mengerti dan membukakan pintu.
“Selamat sore Bubul, gimana hari ini sekolahnya?”.
Astaga, aku saja baru datang, ayah langsung bergurau dengan nama panggilan yang aneh Bulbul. Tapi aku menyukai ini, karena ayah selalu saja bisa memberikan topik dan membuat suasana menjadi lebih nyaman.
“Berjalan biasa saja yah, matematikanya tadi bikin pusing tujuh keliling.” Ujarku sambil menutup pintu mobil.
“Padahal matematika itu gampang lho Bul, masa perkalian sama pembagian gak bisa.” Ayah berbicara sambil menarik tuas kemudi dan keluar dari sekolah. “Astaga yah, Nebula sudah kelas 8 SMP. Kalau perkalian dan pembagian mah kecil.” Aku menepuk dahi.

Kami berdua menghabiskan waktu di mobil dengan berbincang-bincang sampai tidak sadar bahwa kami sudah di depan rumah. Saat memasuki rumah, ibu menyambut kami dengan senyuman. Hari ini ayah pulang lebih awal karena hari ini adalah hari Sabtu. Aku mencuci tanganku di dapur, mengganti pakaian, serta menaruh kembali buku-buku pelajaran. Ketika selesai membereskan buku-buku pelajarannya, aku tiba-tiba teringat bahwa tadi aku membawa buku aneh itu dari perpustakaan. Aku pun  membuka buku itu lagi. Teringat bahwa hari ini guru tidak memberikan tugas apa pun,
sekarang aku duduk di kursi belajar dan melihat keseluruhan halaman-halaman buku aneh yang berisikan peta. Dengan bahasa yang tidak
kukenali, aku pun mencari-cari di internet.

Tak sadar, aku sudah mencari-cari selama 3 jam. Dan tidak menemukan hasil. Tapi ada yang janggal. Ketika membuka halaman terakhir yang berisikan halaman
kosong, aku menemukan sebuah kantong amplop. Aku membukanya dan…aku terkejut. Di dalam amplop itu terdapat peta kota tempat tinggal ku yang merupakan ibukota, dengan bahasa yang kukenal.
Aku melihat peta. “Ke stasiun?” aku bingung. Peta ini menyuruh pembacanya untuk pergi ke stasiun. Tapi aku tidak pernah mendengar stasiun yang bernama ‘Stasiun Alamaruz’ di kota ini. Sedangkan jika dilihat dari peta, disekitaran stasiun Alamaruz adalah tempat-tempat yang kukenal, dan bahkan beberapa pernah kukunjungi. Aku pun kembali mencari di internet tentang stasiun Alamaruz, dan tidak menemukan apa pun. Tulisan yang tertera di internet hanya ‘Maaf, kami tidak dapat menemukan pencarian yang anda cari’. Aku mengurungkan niat untuk pergi ke stasiun Alamaruz sendirian. Aku benar-benar  sangat penasaran dengan stasiun misterius itu. Setelah mengurungkan niat, aku pergi menemui kedua orang tuanya di meja makan untuk makan malam bersama.

Keesokan hari nya yaitu hari minggu  pukul lima pagi, aku berkemas-kemas sambil membawa beberapa barang seperti pakaian, peralatan mandi ke dalam tas berukuran sedang untuk pergi ke dalam stasiun agar tidak dicurigai petugas stasiun. Aku juga sudah meminta izin kepada orang tua saat makan malam bersama kemarin dengan alasan ‘ingin bekerja kelompok dengan teman, karena rumah teman jauh maka nebula harus berangkat pagi, jam setengah tujuh sudah
harus sampai. Karena teman Nebula pukul setengah delapan sudah harus pergi ke luar kota’. Kedua orang tuaku menyetujuinya dengan syarat ayah akan
mengantar ke depan rumah temannya langsung. Nebula tidak masalah, dia sudah menyiapkan rencana.

Ayah sedang memanaskan mobil, ketika mobil sudah siap untuk dikendarai, kami segera berangkat. Empat puluh delapan menit berlalu dan akhirnya kami sudah sampai di depan rumah si teman (Nebula mengarang ) ia melambaikan tangannya ke arah ayahnya yang akan memutar balik kembali ke rumah. Dan di sinilah petualangan dimulai. Ketika sudah sampai di rumah orang aku melanjutkan perjalanannya dengan membawa buku aneh itu. Aku mengambil buku itu dari tas dan membukannya. Peta dalam kantong itu menunjukkan bahwa posisiku dari sekarang harus berjalan sekitar 3 kilometer ke utara. Karena merasa jauh, aku
memesan gojek ke arah tujuanku.

Setelah sampai, aku berdiri di depan sebuah stasiun. Berpapan nama “Alamaruz”. Anehnya, tempat ini sepi. Mobil tidak ada, orang-orang satu pun tidak ada sama sekali. Akan tetapi tempat-tempat di samping kanan, kiri, depan, belakang stasiun ini banyak orang. Seperti klub olahraga dan supermarket yang
ramai dikunjungi.  Aku jadi merasa aneh.

Aku tetap memasuki stasiun Alamaruz yang tidak ada penghuninya. Aku mengerek pintu gerbang masuk stasiun yang masih tertutup. Stasiun ini luas sekali, lebih
dari stasiun-stasiun yang pernah kukunjungi. Aku melihat ada kafe di stasiun, lalu mendekatinya karena sepertinya café itu buka. Karena sebenarnya tadi aku
belum sempat sarapan. Lantai yang bersih, tanaman-tanaman pot kecil, lampu yang terang, penyegar ruangan yang sejuk, dan ruangan café yang didominasi berwarna coklat. Aku terkesima melihat café ini sebelum ada seseorang yang menghampiriku.
Ada yang bisa saya bantu?” Aku menoleh ke arah suara. Seorang laki-laki berusia sekitar 16 an menghampiriku dan memberiku menu makanan. Aku
hanya  memesan roti bakar dan susu.
“Baik, tunggu sebentar ya kak”. Pelayan itu kembali ke dapur. Sambil menunggu pesanan, aku memainkan ponsel ku dan sesekali melihat sekitar. Kalau dilihat-lihat, di stasiun Alamaruz ini, hanya ada aku dan pelayan tadi.

Mungkin ini akibat kemarin aku begadang, aku tiba-tiba mengantuk padahal makanan yang kupesan belum datang. Tak lama kemudian mataku menutup dan tidur. Walaupun aku sadar aku akan tertidur tetapi aku tidak bisa menahannya. Aku membuka mataku, dan menoleh ke arah jam tangan milikku. Sudah pukul 9
pagi. Makanan ku? Makanan ku? Ternyata belum datang. Ada yang lebih mengagetkan. Ketika melihat ruangan sekitar, ruangan café yang tadinya berwarna
dominan coklat sekarang berubah menjadi café berwarna dominan merah maroon. Orang-orang juga banyak yang datang. Ini berbeda, aku yang tadi di stasiun
Alamaruz dan mampir ke sebuah café berdominan warna coklat, sekarang berada di tempat yang berbeda. Aku berlari keluar dari café berdominan warna merah maroon ini dan menggendong tasku. Saat keluar dan melihat sekitar, aku melihat orang-orang ramai membeli tiket. Berbeda dengan stasiun Alamaruz yang padahal tadi baru saja ku kunjungi. Ntah lah aku takut hilang. Aku tetap berlari menuju tempat yang mungkin adalah tempat keluar dari stasiun yang tidak kukenali ini. Aku melihat beberapa tulisan di papan dinding dan bahasanya tidak kukenali sama sekali, tetapi tiba-tiba aku teringat bahwa bahasa ini mirip dengan bahasa yang digunakan buku aneh itu.

Hingga akhirnya aku sampai di depan stasiun, aku sudah keluar dari stasiun yang tidak kukenali tersebut. Tapi aneh nya, pemandangan yang kulihat berbeda
dengan kota ku. Bukan lagi tempat klub olahraga ataupun supermarket. Benar, ini bukan lagi stasiun Alamaruz ataupun kotaku. Mungkin saja aku masuk, ke dunia lain.

Aku seperti anak hilang, aku bingung harus bagaimana. Tempat ini sangat berbeda, tempat ini lebih canggih dibandingkan kotaku, bahkan di seluruh negara
di bumi belum ada tempat seperti ini. Ada banyak benda beterbangan yang mungkin menjadi alat transportasi orang-orang di sini. Bangunan-bangunannya juga sangat besar dan banyak sekali teknologi yang sangat menakjubkan, mulai dari alat komunikasi digital transparan yang dapat dipakai saat berjalan, robot-robot
yang bepergian ke sana kemari mengantarkan sebuah paket, dan masih banyak yang lainnya. Itu membuatku takjub sementara sebelum keadaanku kembali takut. Tiba-tiba aku teringat, mungkin saja peta di dalam buku aneh itu, merupakan peta untuk dunia ini. Bahasa yang digunakan buku aneh itu juga sama seperti
dunia ini. Walaupun aku tidak bisa membacanya, tapi aku bisa mendeteksi beberapa tempat. Lagian buku ini hanya berisi lima lembar halaman peta dan satu
halaman kosong.

Aku membuka buku aneh itu, buku itu kembali bersinar terang sangat amat terang dan membuat semua orang di sekitarku menoleh padaku. Tatapan mereka
bukan tatapan biasa, mereka menatapku ketakutan serta berbisik-bisik satu sama lain. Bahkan ada yang sampai memfotoku dengan kamera yang canggih. Aku menutup buku dan menaruh buku aneh itu kembali ke dalam tas sambil berlari pergi dari stasiun yang tidak kukenali ini. Kakiku tetap berlari ntah akan pergi ke mana, kalau dihitung-hitung mungkin aku sudah berlari sekitar 700 meter dari stasiun. Sekarang aku berada di depan sebuah toko elektronik canggih yang menjual alat komunikasi digital transparan. Aku hanya berdiri mematung di depan toko itu sampai akhirnya lamunan ku terpecah. Buku yang tadi kumasukkan kembali ke dalam tas sekarang bersinar walaupun tidak seterang tadi. Untung saja orang-orang di sekitar tidak menyadarinya. Tapi aku tiba-tiba teringat, mengapa tadi mereka menatapku seperti itu? Atau mungkin karena buku ini? Tetapi kenapa dengan buku ini? Kukira buku yang bersinar adalah hal yang lazim di dunia yang secanggih ini.  Karena teringat hal itu, aku pun menjauh dari keramaian orang-orang dan mengambil buku aneh itu dari dalam tas. Sekarang aku berada di lorong yang sangat sempit dan tidak orang ada di sana. Aku mengambil dan membuka kembali buku aneh itu. Aku kaget dan hampir mau jatuh. Buku itu sekarang berisi tujuh halaman. Ada halaman baru yang muncul. Halaman ini bukan berisi sebuah peta tetapi pesan. Pesan itu bertuliskan dengan bahasa bumi yang kukenal
“Waktumu tersisa 1 hari mulai hari ini, temukan sebuah perpustakaan bernama gavolya momera. Perpustakaan itu adalah perpustakaan gaib yang hanya muncul 30 menit dalam 1000 tahun sekali di kota Polanuza.” Aku berhenti membaca dan bergumam dalam hati
“Oh, jadi kota ini bernama Polanuza?” Setelah itu aku melanjutkan membaca pesan dari buku aneh itu.
“Kau harus segera pergi ke Perpustakaan itu mulai sekarang juga agar tidak membuang banyak waktu. Jika tidak, kamu akan tersesat di dunia ini selamanya. Setiap 1000 tahun sekali pasti ada saja 1 orang yang dihampiri oleh buku kesialan yang sedang kamu baca ini, Ya, aku merupakan buku kesialan. Orang yang tidak menemukan perpustakaan gaib akan tersesat di kota Polunuza ini. Sejauh ini sudah ada 5 orang dari bumi yang pernah terkirim dan tersesat ke kota ini. Lalu gagal menjumpai perpustakaan gaib dan berakhir tersesat di sini. Mereka tidak pernah bisa kembali.”

“Ku ingatkan lagi, mulai dari sekarang pergilah ke perpustakaan gaib, kau dapat ke sana melalui peta di dalam buku ini halaman ke tiga. Waktumu satu
hari dari sekarang, kau harus sampai sebelum matahari terbenam. Perpustakaan itu akan terbuka 30 menit sebelum matahari tenggelam. Jika kau terlambat,
perpustakaan gaib itu akan menghilang. Sekarang pergilah!”

Aku membuka halaman ke tiga sesuai yang buku itu perintahkan. Menurut peta, yang harus dilakukan sekarang adalah pergi ke utara sepanjang 110 km. Ah…itu
jauh sekali.  Aku juga harus makan karena roti bakar yang kupesan di stasiun Alamaruz tidak datang-datang dan aku juga harus menaiki angkutan umum
di dunia ini untuk beberapa saat karena menuju ke perpustakaan gaib jauh sekali. Aku keluar dari lorong dan berlari menuju halte tempat orang-orang
menunggu antrian transportasi berbentuk seperti kapsul obat-obatan. Aku telah menunggu sekitar 15 menit, jika dilihat-lihat hanya boleh satu orang atau
orang-orang yang mengenal satu sama lain saja per kapsul, seperti keluarga atau teman. Berbeda dengan bus di bumi, yang di dalamnya mengangkut banyak orang, bisa saling kenal atau orang asing. Dan juga sepertinya kapsul itu mendarat di halte setelah mengantar penumpang sebelum nya.

Sekarang giliran ku yang akan menaiki kapsul itu, orang-orang yang mengantri di belakangku juga mulai bersiap-siap untuk menaiki kapsul yang berbaris di
belakang kapsul milik ku. Aku menekan tombol untuk membuka dan menutup pintu kapsul itu seperti yang dilakukan orang-orang sebelumnya, aku hanya mengikuti cara mereka saja. Terlihat terdapat 5 kursi penumpang, tetapi aku hanya menaikinya sendirian. Kapsul ini cukup luas. Dan tiba-tiba aku mendengar
sorakan orang-orang dari luar kapsul. Aku melihat dari jendela kapsul, dan melihat apa yang terjadi. Sepertinya orang-orang menyorakiku. Aku teringat
bahwa aku tidak tahu caranya agar kapsul ini berjalan sesuai tujuan ku. Aku panik dan bergumam dalam hari ‘Bagaimana ini? Aku bahkan tidak mengerti
bahasa di dunia ini. Bagaimana juga cara agar aku menyuruh kapsul ini pergi ke tempat tujuanku?.’ Panik ku tiba-tiba berhenti karena tas ku seperti
bersinar terang. Aku membuka tas dan ternyata buku kesialan ini kembali bersinar terang. Aku membuka buku ini dan mendapati sebuah tulisan dengan
bahasa yang kukenal seperti tadi, di halaman paling belakang.
“Hei nak, astaga kau ini bodoh sekali. Kalau tidak tahu caranya, kau bisa bertanya pada ku dengan cara berbicara dengan normal, tetapi jangan sampai ketahuan orang lain karena kau pasti akan dianggap gila. Cara agar kau bisa membuat transportasi kapsul bernama ‘spyuring’ ini berjalan sesuai tujuan mu adalah kau
harus menempelkan sidik jarimu ke papan samping kursi kemudi tanpa supir dan mengetikan tujuanmu akan ke mana.”

Aku bertanya kepada buku kesialan itu
“Ketik apa? Aku tidak mengerti huruf-huruf di dunia ini. Jadi, siapa yang bodoh?” Balas ku kepada buku itu.
“Ah..baiklah serahkan kepadaku. Pertama-tama cepat tempelkan sidik jarimu ke papan samping kursi tanpa kemudi.”  Aku segera berjalan ke papan samping kursi kemudi lalu menmpelkan sidik jariku.
“Bagus, mulai dari sekarang biar aku saja.”  Buku kesialan itu terbang dan mengetikan alamat tujuan yang inginku tuju dengan cara mengeluarkan cahaya redup. Berhasil! Ini menakjubkan!. Transportasi kapsul yang kunaiki mulai meluncur ke arah utara, aku lega karena sudah tidak mendengar sorakan orang-orang.

Sudah lewat 2 jam aku berada di kapsul ini, aku lapar setengah mati. Dan buku kesialan ini tidak berhenti mengejekku.
“Hahaha, kau lapar ya? Sebentar lagi mungkin kau meninggal.” Aku ingin memarahinya tapi aku tidak punya cukup tenaga untuk memarahinya. “Kau kesal ya? Aku hanya bercanda kok hahaha. Aku bisa membuat makanan untuk mu. Kau mau makan apa?” Ucapan buku itu membuat mataku terbuka lebar dan mendekati buku itu.
“Nasi goreng seafood satu porsi.” Ucap ku semangat.
“Aku tidak bisa menyiapkan makanan bumi. Aku hanya bisa menyiapkan makanan tradisional kota Polanuza. Contoh nya seperti bubur biru samudra, ayam hijau pandan, dan Susu kambing.” Makanan apa itu, yang normal jika di bumi hanya susu kambing.
“Arghh, baiklah susu kambing satu.”

Susu kambing ini ternyata dapat membuat perutku kenyang dengan cepat. Perjalanan masih berlanjut. Jika dilihat dari peta dan intipan dari jendela, kami akan memasuki sebuah terowongan. Terowongan sepanjang 9 kilometer. Aku dan buku kesialan berbincang-bincang untuk mengisi waktu luang di dalam kapsul, seperti berbincang tentang asal usul buku ini, bagaimana rasa makanan bubur biru samudra. Dan tak sadar beberapa menit kemudian, di depan kami terdapat terowongan yang merupakan salah satu jalan menuju perpustakaan gaib. Saat memasuki terowongan itu, pemandangan berganti menjadi warna hitam
gelap. Transportasi kapsul ini menyalakan lampu agar dapat melihat sekitar.  Hanya ada beberapa transportasi kapsul yang kebetulan melewati jalur yang sama,
tidak banyak. Mungkin hanya 3-4 kapsul. Jalanan terowongan ini sangat mengerikan, untung saja ada buku kesialan yang menemaniku. Aku jadi menyesal
dan merasa bersalah kepada orang tuaku karena aku sudah berbohong.

Beberapa waktu yang lalu aku kepikiran untuk menghubungi orang tuaku lewat ponsel yang berada di dalam tas ku. Tetapi ponsel  ku tidak dapat menyala,
padahal baterainya masih sekitar 90%.
“Hei nak, jangan melamun. Sebentar lagi kita akan keluar dari terowongan ini. Coba cek di peta halaman tiga, kita akan melewati apa lagi. Karena aku pelupa setelah 1000 tahun lebih lamanya.”
Tanpa banyak bicara, aku langsung menggeser halaman buku itu ke halaman tiga.
“Selanjutnya kita akan melewati danau. Tidak terlalu panjang jaraknya dari sini, sebentar lagi kita akan ke sana. “

Malam telah tiba, aku memutuskan untuk tidur, sambil diselingi oleh pikiran apakah yang sedang dilakukan kedua orang tua ku? Aku takut mereka mencariku ke mana-mana. “Hei nak, jangan tidur dulu sebelum aku menceritakan beberapa hal yang mungkin kau bingung. Pertama, kau pasti bertanya kenapa saat di perpustakaan sekolah ibu penjaga perpustakaan tidak dapat melihat buku ini. Jawabannya adalah karena buku ini bukan milik bumi, diriku berasal dari dunia lain. Hanya orang terpilih sepertimu yang bisa melihatnya. Kedua, stasiun Alamaruz. Stasiun ini juga sama konsepnya, stasiun tersebut bukan berasal dari bumi, melainkan tempat yang menghubungkan portal bumi ke kota polanuza. Ketiga, kenapa orang-orang di kota ini menatapmu seperti itu ketika buku ini mengeluarkan cahaya ( hendak berkomunikasi ) adalah karena orang-orang pernah mendengar cerita dari buyut-buyut mereka  bahwa ada orang dari dunia lain yaitu orang pertama yang berasal dari bumi ke dunia ini. Mereka tau kalau bukuku ini pembawa celaka, mereka takut dunia mereka terancam akibat makhluk asing. Aku sendiri diciptakan oleh seorang penyihir zaman dulu yang sudah meninggal, ialah yang membuat perpustakaan gaib dan termasuk diriku. Jadi, tugasmu saat berhasil ke perpustakaan gaib adalah, kau harus membakarku. Leluhur-leluhurmu yang pernah terkirim kesini tidak pernah berhasil. Maka, aku ingin kau berhasil agar bisa mematahkan kutukan kesialan ini.”

Pagi hari telah tiba, ini adalah hari terakhir kesempatan untuk sampai ke perpustakaan gaib. Jika tidak, aku tidak bisa kembali. Kemarin malam, aku mendengarkan cerita dari buku kesialan ini sambil melewati danau yang panjang itu. “Hei buku, apakah kapsul ini tidak perlu bahan bakar?” Tanya ku kepada
buku itu.
“Tidak, di dunia ini sudah canggih untuk melakukan apa pun.”
“Apa kau tak mau makan? aku punya bubur biru samudra dan ayam hijau pandan.” Perutku sedari tadi keroncongan akibat belum sarapan, apalagi
kemarin hanya minum susu kambing walau hanya mengenyangkan perut sebentar.
“Baiklah, bubur biru samudra saja, semoga rasanya enak.” Buku kesialan itu memberikan makanan itu kepadaku. Sebenarnya bubur ini sama seperti tekstur
bubur di bumi, hanya saja warna dari bubur ini berwarna biru. Aku mencicipinya. Hah, kenapa rasanya bukan seperti bubur? Tunggu, kenapa bubur ini rasanya
seperti rendang?  Aneh, apa makanan normal yang disediakan buku ini hanyasusu kambing? Tidak-tidak, semua makanan di dunia ini berbeda sekali dengan di
bumi, bahkan rasa bubur ini malah seperti rendang.

Aku melihat kembali peta halaman tiga setelah perutku sudah terisi. Kami bisa sampai ke perpustakaan gaib hari ini. Tapi jika aku berhasil, aku harus membakar buku ini. Aku mengamati pemandangan lewat jendela kapsul, setelah melewati terowongan gelap dan danau. Kini kami melewati perumahan dengan kincir
air, sungai, tanaman persawahan, binatang-binatang yang belum pernah kulihat di bumi. Dari jendela aku bisa melihat tiga anak-anak yang sedang bermain pasir di dekat sungai. Aku ikut senang melihatnya. Sebenarnya aku ingin melihat perumahan ini lebih banyak lagi, tapi waktuku terbatas. Aku harus pergi ke
perpustakaan gaib dan segera pulang ke rumah. Pasti orang tua mengkhawatirkan ku. Kami pun akan keluar dari perumahan ini.

Aku melirik jam tangan, sudah pukul lima sore. Hari berjalan sangat cepat setelah kapsul ini hanya melewati terowongan ke dua.
“Hei nak, sebentar lagi kita akan sampai ke perpustakaan gaib itu. Itu di depan ada sebuah lahan kosong, kita berhenti di situ.” Aku tahu maksud buku ini, karena aku juga sudah melihat lahan kosong di depan kami. Kami pun turun dari kapsul, kapsul tersebut kembali ke tempat asalnya atau halte untuk bergiliran dengan penumpang lain.
“Kini sudah jam 17.00.” “30 menit lagi, perpustakaan ini akan muncul.” Aku menjadi sedikit tegang, apakah akan terjadi sesuatu padaku?

30 menit berlangsung sangat cepat, aku dan buku ini sedari tadi hanya berdiam diri menatap lahan kosong. “Sekarang sudah pukul 17.30, di mana
perpustakaannya?”
“Berkonsentrasilah, apa kau tak melihatnya?” Buku ini berkata aku harus berkonsentrasi. Aku pun mulai menatap lahan kosong dengan saksama. Benar!. Perpustakaan itu muncul perlahan-lahan dialiri oleh cahaya warna-warni. Ini menakjubkan. Andai saja situasinya tidak seperti ini, mungkin
aku akan loncat-loncat kegirangan. Perpustakaan itu tidak terlalu besar, bangunan tua dengan debu menyelimuti perpustakaan.
“Ayo masuk, tidak ada nada orang di sana.” Aku memasuki perpustakaan itu sambil membawa tas dan buku kesialan. “Ambil korek api yang berada di laci sebelah kanan mu, Nak. Kita akan berpisah di sini. Kau harus melakukannya  dengan cepat, waktu kita tersisa 10 menit lagi, lebih cepat lebih baik.”  Aku menahan air mataku, buku ini telah membantuku untuk pulang, aku juga tidak akan melihatnya lagi. Tidak, sekarang bukan waktunya untuk memikirkan hal itu. Aku membuka laci di sebelah kanan tepat padaku dan mengambil sebuah korek api. Korek api ini persis seperti di bumi.

Aku mengeluarkan satu batang korek api, lalu menggesek nya ke arah tempat pinggir korek api. Api pun keluar. Aku menaruh buku ini di lantai. “Selamat tinggal nak, terimakasih sudah berhasil membawaku kesini. Tidak akan ada lagi korban yang akan terkirim ke dunia ini selama aku berhasil terbakar.”
“Aku juga ingin berterimakasih kepadamu karena telah menuntunku jalan kembali ke rumah. Terimakasih untuk hari-hari yang telah kau berikan padaku. Mulai dari cara menggunakan alat transportasi kapsul dan makan-makanan yang kau  sediakan untukku walau aku tidak menyukainnya.” Aku menangis dan langsung
membakar buku kesialan itu. Api berkobaran di sekitar ku. Sangat panas. Saking panas nya aku tak bisa membuka mata ku untuk beberapa saat.

Mataku masih tertutup, tetapi tiba-tiba hawa di sekitar ku tidak panas lagi. Melainkan dingin seperti berada di ruangan ber-AC. Perlahan-lahan aku membuka
mataku. Aku terkaget-kaget disertakan perasaan lega. Sekarang aku berada di ruangan perpustakaan sekolah dengan keadan badan yang kotor dan lusuh. Aku telah kembali ke bumi dengan selamat.

Bersambung.